TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan akan menjaga netralitas tentara dalam politik, terutama menjelang pemilihan kepala daerah serentak pada 2018 dan pemilihan umum pada 2019.
Menurut dia, memastikan netralitas TNI adalah bagian dari upaya menjaga keamanan negara yang merupakan tugas utama Panglima TNI, jabatan yang bakal ia pangku. “Saya akan menjalankan tugas itu dengan sebaik-baiknya,” katanya, Rabu, 6 Desember 2017.
Baca: Disetujui Jadi Panglima, Hadi Tjahjanto Diarak Personel TNI AU
Presiden Joko Widodo telah menunjuk Hadi menjadi calon Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo, yang bakal pensiun. Surat penunjukan itu disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin, 4 Desember 2017.
Komisi Pertahanan DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Hadi, Rabu, 6 Desember 2017. Tes dilakukan secara tertutup selama tujuh jam. Hasilnya, semua anggota komisi yang hadir menyatakan menerimanya. Persetujuan terhadap Hadi rencananya akan dibawa ke rapat paripurna DPR sebelum diserahkan ke Presiden untuk pelantikan.
Menurut Hadi, netralitas tentara adalah hal mutlak dalam setiap pemilihan umum. “Netralitas itu mutlak dan tak bisa ditawar,” ujar Hadi, yang menjabat KSAU sejak Januari 2017. Ia menjamin akan menjaga netralitas itu di tengah isu bahwa Jenderal Gatot Nurmantyo, Panglima TNI saat ini, akan maju dalam Pemilu 2019.
Baca: Uji Kompetensi, Hadi Tjahjanto Beberkan Ancaman untuk Indonesia
Selain mempersiapkan tentara menghadapi tahun politik, Hadi memaparkan tantangan lain yang dihadapi TNI, di antaranya ancaman cyber dan terorisme. Selain itu, konflik komunal berbasis ras, suku, dan agama, dianggap tidak kalah berbahaya karena bisa berujung pemberontakan bila dibiarkan.
Mantan Sekretaris Militer Presiden Joko Widodo itu juga menyoroti kerawanan keamanan di laut perbatasan. Saat ini , kata dia, masih marak perompakan dan penculikan di wilayah Laut Sulu, yang berbatasan dengan Filipina dan Malaysia.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan itu, Hadi diantar oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo serta Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi, juga Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Mulyono. Ketiganya mengatakan kehadiran itu adalah simbol kesatuan dan kesiapan semua matra TNI untuk berada di bawah kepimpinan Hadi. Gatot menyebutkan, kehadirannya juga menjadi penegasan bahwa ia tidak berkeberatan atas keputusan Presiden mengangkat Hadi.
Gatot percaya Hadi merupakan sosok yang tepat sebagai Panglima TNI. “Saya yakin Pak Hadi mampu memimpin menghadapi tahun politik, yang memerlukan perhatian lebih, mengingat konstelasi politik sangat tinggi di beberapa daerah,” kata Gatot.
Ketua Komisi Pertahanan, Abdul Haris Al Anshori, meminta Hadi juga mempererat koordinasi dengan Kepolisian RI dan Badan Intelijen Negara menjelang tahun politik.
Ia pun memuji keputusan Presiden Jokowi memberi kesempatan kepada perwira tinggi dari Angkatan Udara untuk menduduki posisi Panglima TNI. Langkah itu merupakan bentuk rotasi jabatan panglima ke semua matra di tubuh TNI. Hal itu sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang TNI, yang menyebutkan posisi Panglima TNI harus dijabat bergantian oleh perwira tinggi aktif di tiap matra yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan.
Untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir, tampuk kepemimpinan tentara dipegang personel Angkatan Udara. Djoko Suyanto adalah KSAU terakhir yang diangkat menjadi Panglima TNI, yakni pada periode 2005-2006. Sejak itu, jabatan tersebut dipegang selama tiga periode oleh matra Angkatan Darat, dan sekali oleh Angkatan Laut.
CHITRA P.