TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan barang bukti untuk menjerat tersangka lain untuk kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. KPK terus memantau jalannya persidangan.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan meski fakta-fakta di persidangan tidak bisa serta merta menjadi bukti, keterangan terdakwa maupun saksi bisa menjadi informasi awal untuk melanjutkan penanganan perkara. “Yang bersangkutan bisa saja dipanggil sebagai saksi di penyidikan berdasarkan informasi di persidangan,” kata Priharsa, Senin, 4 Desember 2017.
Baca:
KPK Segera Rampungkan Berkas Dakwaan ...
Klaim Aziz, Setya Novanto Diskusi Soal ...
Keterangan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam sidang pemeriksaannya sebagai terdakwa pekan lalu, misalnya, membuka pintu bagi KPK untuk mengembangkan perkara yang membuat negara rugi Rp2,3 triliun ini. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kemungkinan untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus ini sangat terbuka.
Keterangan Andi dinilai sangat bisa mengokohkan pondasi KPK yang sejak awal meyakini bahwa korupsi ini dilakukan secara berjamaah. Namun, Alex enggan menyebut siapa yang akan dijadikan tersangka selanjutnya. “Tergantung kecukupan alat dan perkembangan penyidikan.”
Andi Narogong blak-blakan soal adanya kongkalikong dalam proyek senilai Rp5,84 triliun itu. Pengusaha yang kenal dengan Setya Novanto itu membeberkan sejumlah pertemuan dan rencana pembagian fee kepada sejumlah anggota Dewan. Andi juga membongkar peran Setya yang melibatkan rekannya, pengusaha Made Oka Masagung, untuk menampung dan memutar duit e-KTP.
Baca juga: KPK Siap Datang ke Sidang Praperadilan Setya ...
Andi menceritakan soal pertemuan di rumah Setya di Jalan Wijaya 13, Kebayoran Lama, Jakarta Selaran, pada November 2011. Pertemuan itu dihadiri petinggi perusahaan pemenang proyek yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Menurut Andi, pertemuan itu menyepakati fee kepada anggota DPR sebesar 5 persen dari total nilai proyek.
Penuturan Andi sesuai dengan dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum KPK. Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut bahwa proyek e-KTP telah dikorupsi sejak tahap pembahasan anggaran. Puluhan anggota parlemen dituding kecipratan duit untuk meloloskan anggaran e-KTP.
Simak: KPK Lanjutkan Pemeriksaan terhadap Dua ...
Jaksa juga menyebut tahap lelang proyek milik Kementerian Dalam Negeri ini direkayasa. Tudingan ini dikuatkan oleh keterangan Andi yang mengungkapkan adanya permintaan uang dari Irman—saat itu menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri—sebesar 5 persen dari total proyek untuk memenangkan tender. “Kami menyanggupi semua,” kata Andi. Menurut dia, sudah menjadi rahasia umum jika untuk memenangkan proyek di Kementerian Dalam Negeri ada fee 10 persen yang harus dibayar.
Duit e-KTP tak hanya mengalir ke anggota parlemen dan pejabat Kementerian Dalam Negeri. Tim teknis serta panitia pengadaan lelang proyek juga disebut ikut menerima. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan lembaganya masih mendalami dugaan keterlibatan pihak lain. “Sejumlah pihak yang dugaan keterlibatannya didukung bukti permulaan yang cukup akan diproses,” katanya.