TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pusat Studi Politik Dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Bandung, Muradi memandang pengajuan nama Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon tunggal yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo sebagai Panglima TNI kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pengembalian tradisi rotasi kepemimpinan TNI sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU).
Muradi melihat bahwa pengajuan Hadi Tjahtanto merupakan langkah Presiden mengembalikan tradisi rotasi dalam kepemimpinan TNI. Dua panglima TNI terdahulu, termasuk Gatot Nurmantyo berasal dari Angkatan Darat.
Baca juga: Jokowi Ajukan KSAU Hadi Tjahjanto sebagai Calon Panglima TNI
"Ini harus dilihat sebagai bagian untuk menguatkan konsolidasi internal TNI. Di mana, kepemimpinan bergilir adalah bagian dari membangun solidaritas antar angkatan di TNI," kata Muradi dalam rilis yang diterima Tempo, Senin, 4 Desember 2017.
Hari ini Presiden Jokowi mengajukan nama Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo. Pengajuan tersebut dikirim berupa surat tertulis ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 12 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan Presiden bisa mengajukan satu nama calon Panglima TNI. Nama tersebut dipilih berasal dari yang pernah atau sedang menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Nantinya pengajuan dari Presiden ke DPR ini akan diproses 20 hari kerja.
Hadi Tjahjanto dicalonkan sebagai pengganti Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang direncanakan pensiun per Maret 2018 mendatang. Pencalonan Hadi, kata Muradi, juga dianggap sebagai upaya untuk menjaga dan mengintegrasikan politik negara dalam bentuk Nawacita dan Poros Maritim Dunia, pertahanan negara serta doktrin TNI dan angkatan.
Menurut Muradi, Hadi Tjahjanto memiliki visi dan waktu masa pensiun yang lebih lama dibandingkan dengan dua kepala staf angkatan TNI lainnya. Langkah pencalonan dari Angkatan Udara ini diharapkan akan membangun postur pertahanan Indonesia yang selaras antara politik negara dengan arah bijak pertahanan negara.
SATRIA DEWI ANJASWARI