TEMPO.CO, Bantul - Kementerian Sosial mengucurkan bantuan senilai Rp 1,8 miliar untuk mengatasi dampak banjir yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta berupa santunan kematian, korban luka, paket sembako, logistik, pakaian dan alat-alat kebersihan.
Baca: Banjir Gunung Kidul, Wisata Susur Sungai dan Gua Ditutup
"Musibah ini menjadi pelajaran betapa pentingnya menjaga ekosistem dan daya dukung lingkungan," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat menyalurkan bantuan bencana alam di Pendopo Desa Kebon Agung, Bantul, Sabtu, 2 Desember 2017.
Secara rinci, bantuan itu terdiri dari santunan kematian untuk 11 orang ahli waris senilai Rp 165 juta, santunan korban luka kepada empat orang Rp 10 juta, paket sembako bagi ahli waris dan keluarga korban luka Rp 2 juta, bantuan logistik permakanan dan sandang Rp 633 juta dan alat kebersihan.
Menurut Khofifah, musibah ini ada hikmahnya. Musibah banjir menjadi ajang membangun kewaspadaan, kesiapsiagaan, kegotongroyongan dan kerelawanan. Khofifah mengajak masyarakat meningkatkan mitigasi bencana serta langkah antisipatif untuk beradaptasi bagaimana seharusnya hidup berdampingan dengan alam tanpa merusak.
"Hindari kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan, lakukan tata kelola sampah yang baik, alih fungsi lahan yang tidak memperhitungkan dampak lingkungan juga harus dihindari, pendangkalan dan penyempitan sungai harus dicari solusinya karena bisa menjadi penyebab banjir," kata dia.
Menyusul banjir dan tanah longsor di Daerah Istimewa Yogyakarta beberapa waktu lalu akibat badai tropis Cempaka, daerah ini dinyatakan status siaga darurat selama dua pekan.
Sedikitnya terdapat 108 titik banjir yang tersebar di wilayah Kota Yogyakarta, Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul. Longsor terjadi di 43 titik yang tersebar di Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul, Sleman, dan Kota Yogyakarta.
Baca: Volume Air Sungai Naik, Yogyakarta Siaga Banjir
Kejadian ini mengakibatkan 11 orang meninggal dunia dan 13.818 jiwa mengungsi. Menurut Pelaksana Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bantul, Dwi Daryanto, banyak sumur warga yang airnya menjadi berwarna cokelat. Droping air bersih perlu dilakukan untuk kebutuhan mereka. “Dalam satu wilayah saja ada 200-an sumur yang airnya berwarna cokelat akibat banjir,” kata dia.