TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyiapkan rencana kedaruratan erupsi Gunung Agung dengan menggunakan skenario letusan pada 1963. Menurut juru bicara BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, skenario tersebut disiapkan untuk menghadapi potensi kembali terjadinya erupsi terburuk.
"Apa yang harus dilakukan semuanya terkait dengan daerah berbahaya, berapa masyarakat yang harus mengungsi, bagaimana menyiapkan masyarakat," kata Sutopo saat dihubungi Tempo, Selasa, 28 November 2017.
Baca juga: PVMBG Pantau Dua Lubang di Kawah Gunung Agung
Sutopo menjelaskan, BNPB telah menyiapkan pelatihan mitigasi bencana di 28 desa yang masuk dalam radius 12 kilometer Gunung Agung. Pelatihan tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan kepala desa masing-masing sebagai penanggung jawab latihan.
"Mereka sudah dapat mengakses informasinya, membuat jalur evakuasi, bahkan melakukan latihan. Jadi, dengan kondisi meletus sekarang, mereka siap, sehingga tidak ada kepanikan," ucapnya.
Tak hanya itu, BNPB juga telah menyiapkan kelompok-kelompok siaga bencana di setiap desa. Masyarakat, ujar Sutopo, telah berpengalaman dalam menghadapi erupsi.
Meski demikian, masih ada sebagian masyarakat yang tidak mau mengungsi.
"Mereka punya kepercayaan lokal bahwa Gunung Agung tidak akan melukai mereka. Pertimbangan menjaga ternaknya, sapinya, karena itu juga aset mereka. Masih banyak ribuan ternak yang belum diungsikan," tuturnya.
Sutopo menegaskan, masyarakat perlu segera mengungsi agar terhindar dari dampak buruk erupsi, khususnya terkait dengan keberadaan awan panas yang dihasilkan dari erupsi. "Yang dikhawatirkan letusan vertikal magma terus keluar. Lava yang keluar itu berada dalam kawah memenuhi kawah tadi. Kalau sudah penuh, akan luber menjadi awan panas," katanya.
Baca juga: Mensos Kedepankan Bantuan Logistik untuk Pengungsi Gunung Agung
Saat ini Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi telah menaikkan status Gunung Agung terhitung 27 November 2017 pukul 06.00 Wita dari siaga (level III) menjadi awas (level IV). Lembaga itu merekomendasikan perluasan daerah zona berbahaya dalam radius 8 kilometer, khusus di sektor utara-timur laut dan tenggara-selatan-barat daya sejauh 10 kilometer. Zona perkiraan bahaya itu bersifat dinamis dan sewaktu-waktu bisa berubah.