TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gerakan Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menyayangkan hasil Rapat Pleno Dewan Pengurus Pusat Partai Golongan Karya tiga hari lalu yang menunjuk Idrus Marham sebagai pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar. Menurut Doli, seharusnya rapat pleno membahas agenda Musyawarah Nasional Luar biasa Partai Golkar.
“Rapat Pleno kemarin seharusnya menunjuk pelaksana tugas Ketua Umum yang tugasnya menyelenggarakan Munaslub. Demi menyelamatkan Golkar dari keterpurukan, SN (Setya Novanto) harus diganti,” kata Doli melalui keterangan pers, Kamis, 23 November 2017.
Baca juga: Setya Novanto Ditahan, Peneliti CSIS Sebut Partai Golkar Unik
Namun, menurut Doli, rapat pleno malah sama sekali tidak membahas soal Munaslub. Rapat pleno justru membahas mengenai surat dari Novanto soal penunjukan plt ketua umum. Menurut Doli bagi orang yang waras, surat wasiat tersebut seharusnya ditolak.
“Karena cara itu menunjukkan SN (Setya Novanto) menganggap Partai Golkar dan DPR seperti perusahaan milik pribadinya yang seluruh keinginannya harus dipenuhi, sekalipun saat ini dia berada di tahanan,” kata dia.
Doli berharap bagi pihak yang menghendaki perubahan agar konsisten dalam mendorong perubahan kepemimpinan Partai Golkar. Dia juga berharap pengurus DPP partai Golkar tidak tersander oleh kepentingannya sendiri. Sebab, kata dia, Golkar bukan milik Novanto dan kroninya.
“Masak pengurus DPP enggak ada yang punya nalar dan berusaha melihat realitas bagaimana muaknya publik dengan "tragedi SN" ini,” kata dia.
Setya Novanto untuk keduakalinya ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek KTP Elektronik oleh KPK pada Jumat 10 November 2017. Saat ini, Novanto telah ditahan di rumah tahanan KPK pada Senin, 20 November 2017.
Baca juga: DPD Golkar Jawa Barat dan Jawa Tengah Tuntut Munaslub
Novanto diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun pada proyek dengan total Rp 5,9 triliun itu.
Meski sudah berstatus tahanan KPK, Novanto tetap dipertahankan menjadi Ketua Umum dan Ketua DPR sambil menunggu hasil praperadilan yang tengah diajukan.