TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya dapat bergerak lebih cepat untuk memberhentikan Setya Novanto dari jabatannya sebagai Ketua DPR. Menurut dia, status tersangka yang disandang Setya saat ini telah melanggar ketentuan di DPR.
“Seharusnya MKD dapat bergerak lebih cepat untuk memundurkan Setya Novanto. Semua orang tahu dia telah melanggar persoalan etik,” ujar Refly kepada Tempo pada Rabu, 22 November 2017.
Baca: JK: Citra DPR Ikut Terdampak Kasus Setya Novanto
Refly menjelaskan, pergantian Ketua DPR dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu hukum dan etik. Jika melihat dari sisi etik, ucap Refly, solusinya ada dua. Setya memilih mengundurkan diri atau diberhentikan.
Menurut Refly, jika malu atas kasus korupsi yang menjeratnya, Setya seharusnya mengundurkan diri dari posisi Ketua DPR, seperti Andi Mallarangeng. Kala itu, Andi mengundurkan diri dari jabatan Menteri Pemuda dan Olahraga setelah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang pada 2012.
Baca: Sufmi Dasco Ahmad: MKD Tak Terpengaruh Surat Setya Novanto
Refly menuturkan MKD memiliki wewenang untuk mencopot Setya dengan melihat kasus ini dari sisi etik, seperti kasus Irman Gusman. Irman diberhentikan menjadi Ketua Dewan Perwakilan Daerah karena dinilai melanggar kode etik setelah menjadi tersangka dalam kasus suap impor gula pada 2016.
Ia menilai Setya telah melanggar etik. Pelanggaran etik yang dilakukan Setya, menurut Refly, terlihat dari sikapnya dalam menghadapi proses hukum. “Berkali-kali mangkir. Terlihat sekali mau menunda proses hukum,” kata Refly.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan MKD akan mengkaji status hukum Setya. Menurut dia, MKD akan memutuskan pemberhentian sementara pemimpin DPR setelah memverifikasi statusnya sebagai terdakwa.
Menurut Fahri, Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sangat menjaga marwah dan kehormatan seorang manusia di hadapan hukum, sebagaimana ketentuan konstitusi. Ia berujar, pemberhentian sementara terkait dengan status terdakwa seorang pemimpin DPR pun akan dilakukan dengan verifikasi yang sangat ketat oleh MKD.
RIANI SANUSI PUTRI