TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial memastikan akan mengawasi seluruh proses sidang praperadilan penetapan status tersangka Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Juru bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi, mengatakan tim pemantau akan kembali berada di sepanjang sidang gugatan tersangka kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tersebut.
"(Hakim) jalankan tugas sebaiknya. Jangan terpengaruh intervensi mana pun, dalam atau luar (pengadilan)," katanya kepada Tempo pada Rabu, 22 November 2017. Dia menyatakan tim telah bergerak untuk mencegah terjadinya kemungkinan suap atau pelanggaran etik lain oleh hakim.
Tim kuasa hukum Setya, yang dipimpin Mulia Hasanah, memasukkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 15 November 2017. Ketua PN Jakarta Selatan Aroziduhu Waruwu menunjuk hakim Kusno sebagai hakim tunggal dalam persidangan yang akan dimulai pada 30 November 2017.
Baca: Adili Praperadilan Setya Novanto, Begini Kiprah Hakim Kusno
Selain itu, menurut Farid, lembaganya masih melanjutkan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dalam putusan praperadilan pertama Setya pada 29 September lalu. Dalam putusan tersebut, hakim Cepi Iskandar menggugurkan status tersangka Setya yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam putusannya, Cepi menyatakan KPK tak memiliki bukti kuat untuk menjerat Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Putusan Cepi itu menuai banyak protes dari kalangan praktisi hukum dan pegiat antikorupsi. "Catatan praperadilan pertama sudah ada pada kami," ujar Farid.
Baca: Setya Novanto Bungkam, KPK Tetap Bisa Limpahkan Berkas
Kuasa hukum Setya, Fredrich Yunadi, mengklaim siapa pun hakim yang ditunjuk akan mengabulkan permohonan praperadilan kliennya. Menurut dia, KPK secara jelas melakukan pelanggaran prosedur dalam proses hukum terhadap Setya.
Meski enggan bicara detail, dia mengatakan salah satu dalil yang digunakan adalah keengganan KPK meminta izin kepada Presiden Joko Widodo sebelum memanggil dan memeriksa Setya Novanto sebagai anggota parlemen. "Setya itu selalu kooperatif. Kalau memang sesuai dengan prosedur, pasti datang, pasti jawab. MK (Mahkamah Konstitusi) sendiri sudah menegaskan penegak hukum harus izin presiden kalau mau periksa anggota Dewan, yang memiliki hak imunitas," katanya.