TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan siap menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Namun ia memilih menunggu dorongan dari pengurus dan para ketua DPD tingkat I Partai Golkar terlebih dahulu.
Koordinator Bidang Perekonomian Partai Golkar ini menjelaskan dirinya mengembalikan semuanya pada pengurus dan para ketua DPD menyuarakan aspirasinya. "Jadi tentu kalau teman di daerah atau pengurus memberikan dukungan, sebagai kader jadi saya siap," katanya di Kantor DPP Golkar, Jakarta pada Selasa, 21 November 2017.
Baca: Hasil Rapat Pleno Golkar, Nasib Setya Novanto Tunggu Praperadilan
Meski begitu, Airlangga menuturkan dirinya belum melakukan konsolidasi apapun, baik ke pengurus partai di pusat maupun di daerah. Ia memilih menunggu hasil sidang praperadilan yang didaftarkan Setya Novanto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Nama Airlangga santer disebut bakal menggantikan Setya Novanto yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP. Pada Senin lalu, Airlangga dan politikus senior Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan diketahui datang ke Istana Negara untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Baca: Ini Surat Menolak Lengser dari Setya Novanto ke Golkar dan DPR
Airlangga enggan menanggapi ihwal apakah kedatangannya itu berkaitan dengan Golkar atau tidak. "Saya no comment, kalau ketemu bapak, urusannya kan kerjaan," kata dia.
Rapat pleno DPP Golkar yang berlangsung sejak siang hingga malam kemarin mengeluarkan lima hal keputusan. Pertama, menyetujui Idrus Marham sebagai pelaksana tugas ketua umum sampai keputusan praperadilan. Kedua, bila gugatan Setya Novanto dikabulkan pengadilan, maka saat itu juga posisi pelaksana tugas ketua umum berakhir.
Ketiga, bila gugatan Setya Novanto ditolak, maka pelaksana tugas ketua umum bersama ketua harian akan meminta Setya Novanto mengundurkan diri. Keempat, jika Ketua DPR RI itu menolak mundur, maka DPP Partai Golkar akan menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa. Keputusan terakhir adalah posisi Setya Novanto sebagai ketua DPR menunggu putusan praperadilan.