TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto enggan berspekulasi perihal nasib kepemimpinan Partai Golkar seusai penahanan ketua umumnya, Setya Novanto, karena terlibat kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Ia pun tidak mau berspekulasi perihal kabar dirinya dicalonkan menjadi pengganti Setya.
“Saya kan pembantu Presiden Joko Widodo dan kader partai. Pertama, saya bergantung pada aspirasi yang berkembang di daerah dulu. Kedua, kepada Bapak Presiden,” ujarnya saat dicegat awak media pada Senin, 20 November 2017.
Baca: Syarat Ketua Golkar Pengganti Setya Novanto Versi Akbar Tandjung
Setya Novanto telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah dijemput dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, semalam. Setya dinyatakan sudah mampu secara fisik untuk mengikuti proses hukum setelah diperiksa Ikatan Dokter Indonesia serta dokter di RSCM.
Adapun Setya Novanto, dalam perkara e-KTP, diduga mengatur proses pengadaan untuk menguntungkan dirinya. Kerugian negara yang timbul akibat perbuatannya diprediksi sekitar Rp 2,3 triliun.
Baca: Soal Setya Novanto, Ade Komarudin: Kondisi Golkar Memprihatinkan
Di saat Setya beperkara, kondisi internal Golkar tak stabil. Sejumlah kader menginginkan pergantian kepemimpinan agar citra partai tak semakin jatuh menjelang pemilihan umum 2019. Nama Airlangga disebut-sebut dicalonkan sebagai pengganti Setya.
Airlangga mengatakan, jika Setya Novanto benar akan diganti, pergantian kepemimpinan akan ditentukan lewat munaslub (musyawarah nasional luar biasa). Hal itu, kata dia, bergantung pada keinginan di daerah.
“Kita tunggu undangannya. Mungkin nanti teman-teman di daerah yang menyampaikan,” ujar Airlangga. Ia meyakini kader dan pengurus DPP selalu berkomunikasi dan berkoordinasi untuk situasi seperti sekarang.