TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Ketua Dewan Pimpinan Daerah I Partai Golkar Bangka Belitung M. Sarmuji menyatakan Golkar kini harus memiliki figur baru yang bisa menjadi pimpinan partai pasca penahanan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Hal tersebut dikarenakan Golkar sebagai organisasi tidak mungkin berjalan tanpa pemimpin dalam waktu yang lama.
“Ini akan sangat berbahaya bagi organisasi sebesar Golkar,” ujar Sarmuji dalam keterangannya pada Senin, 20 November 2017.
Baca: Masih Vertigo, Setya Novanto Mengaku Terima Ditahan KPK
Meskipun ada sistem organisasi yang akan tetap berjalan, menurut Sarmuji, proses pengambilan keputusan tetap akan sulit. Apalagi Golkar juga akan menghadapi pemilihan presiden dan pemilihan legislatif pada 2018 dan 2019. "Nanti harus ada tandatangan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal berdasarkan UU Penyelenggaran Pemilu Pasal 226 dan Pasal 247," ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Setya Novanto ke Rumah Tahanan Kelas 1 Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Ahad, 19 November 2017. Setya dibawa ke KPK sekitar pukul 23.40 WIB untuk diperiksa dan langsung ditahan. Sebelumnya, Setya sempat mengalami kecelakaan pada Kamis, 17 November 2017 malam di daerah Permata Hijau. Ia dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Barat sebelum dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo Kencana, Jakarta Pusat.
Baca: Soal Setya Novanto, Ade Komarudin: Kondisi Golkar Memprihatinkan
Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Kasus tesebut diduga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Setya berulang kali mangkir dari panggilan pemeriksaan, baik sebagai saksi maupun tersangka.
Sarmuji mengatakan Golkar akan mendukung Setya Novanto menempuh proses hukum demi mendapatkan keadilan sebagai warga negara. “Kita juga tetap menghormati beliau sebagai orang yang berjuang membesarkan partai,” kata dia. Karena itu, menurut Sarmuji musyawarah nasional luar biasa (munaslub) menjadi agenda yang harus dilakukan.