TEMPO.CO, Jakarta - Meski sukses dalam operasi di Papua, lima perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) menolak kenaikan pangkat yang diberikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Kelimanya merupakan anggota satuan tugas pembebasan 344 warga Mimika, Papua, yang diduga dihalang-halangi aktivitasnya oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM).
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cendrawasih Letnan Kolonel Infantri M Aidi mengatakan bahwa lima perwira ini berkumpul dan bersepakat untuk tidak menerima kenaikan pangkat. “Mereka lapor Pangdam dan KASAD bahwa mereka tidak pantas menerimanya,” kata Aidi saat dihubungi Tempo di Jakarta, Minggu, 19 November 2017.
Baca juga: Warga Pendatang Desa Kimbely-Banti, Papua, Kembali ke Daerah Asal
Sebelumnya, pasukan gabungan dari TNI Polri berhasil membebaskan total 1.300 warga yang diduga aktivitasnya dihalangi TPN-OPM. Atas keberhasilan ini, Gatot kemudian memberikan penghargaan kepada 63 prajurit yang terlibat dalam pembebasan sandera.
Namun dari 63 prajurit, lima perwira menolak kenaikan pangkat tersebut. Mereka, kata Aidi, memiliki prinsip bahwa keberhasilan dalam tugas adalah hasil kerja anak buah, sedangkan kegagalan adalah tanggungjawab perwira. “Jadi yang dinaikkan pangkat hanya prajurit tantama dan bintara.”
Namun demikian, kata Aidi, markas besar TNI tetap memberikan penghargaan bagi kelima perwira ini berupa pendidikan khusus. Pendidikan ini diberikan untuk melanjutkan kompetensi dan pengembangan karir yang lebih tinggi. “Kalau dia punya kemampuan bahasa inggris yang bagus, bisa disekolahkan ke luar negeri,” kata Aidi.
Meski TNI mengklaim terjadi penyanderaan warga Papua, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) menyatakan hal yang berbeda. Staf Markas Komando Daerah Militer III Timika TPN-OPM Hendrik Wanmang tegas membantah adanya dugaan penyanderaan tersebut. “Tidak benar ada penyanderaan,” kata Hendrik saat dihubungi Tempo di Jakarta, Minggu, 12 November 2017.