TEMPO.CO, Timika - Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan kondisi para warga yang terisolasi selama hampir dua pekan di Desa Kimbely dan Banti, Tembagapura, Mimika, Papua. Mereka yang disandera kelompok bersenjata itu disebut mengalami berbagai penindasan.
"Para sandera terintimidasi, bahkan 12 wanita dilaporkan mengalami kekerasan seksual," kata Gatot di Tembagapura pada Ahad, 19 November 2017.
Bahkan, menurut dia, sebagian warga sipil mengaku dijarah dan dirampas harta bendanya. Berdasarkan data yang diterima pihak kepolisian, jumlah uang yang dirampas mencapai Rp 107,5 juta, emas hasil dulangan yang dijarah sebanyak 254,4 gram, dan sebanyak 200-an telepon seluler disita kelompok bersenjata.
Baca: Jenderal Gatot Naikkan Pangkat 58 Prajurit yang Berjasa di Papua
Gatot mengatakan tindakan tersebut tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Karena itu, tim gabungan TNI dan Polri harus hadir untuk menyelamatkan masyarakat sipil.
"Urgensinya, karena penyanderaan sudah dilakukan sejak 1 November dan semakin hari kesehatan para sandera semakin menurun, kelaparan karena persediaan logistik mereka sudah mulai habis, sehingga harus segera diambil tindakan tegas," ucap Gatot.
Baca: Ketua MPR Apresiasi Pembebasan Warga Papua dari Penyanderaan
Tindakan tegas itu harus segera dilakukan mengingat berbagai upaya pendekatan telah dilakukan Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar bersama dengan para tokoh masyarakat dan agama. Namun pendekatan itu tidak berhasil.
Pada Jumat, 17 November 2017, sekitar 344 warga Desa Kimbely dan Banti di Tembagapura Papua berhasil dibebaskan dari penyanderaan. Pembebasan dilakukan cukup dramatis karena sempat terjadi kontak senjata antara aparat dan kelompok separatis tersebut. Beruntung tak ada korban jiwa dalam proses pembebasan tersebut.