TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum Gandjar Laksamana Bonaprapta menilai rencana penasehat hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi melaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Internasional tidak tepat. "Tindakan KPK dianggap melanggar HAM itu tidak tepat,” kata Gandjar di sela-sela acara Peace One Day di Jakarta, Ahad, 19 November 2017.
Pengadilan HAM internasional memiliki kompetensi hukum yang berbeda sehingga tidak semua pelanggaran bisa dibawa ke Pengadilan HAM internasional. Pelanggaran yang bisa diproses oleh pengadilan HAM, kata Gandjar adalah genosida dan pelanggaran HAM berat.
Baca: Mahfud MD: Pembantaran Setya Novanto oleh ...
Yunadi mengancam akan melaporkan KPK ke Pengadilan HAM karena menahan Ketua DPR itu dalam keadaan sakit. Tindakan itu dianggap melanggar hak asasi Setya. "Bahwa ada hak yang terlanggar, itu mungkin,” kata Gandjar. Tapi, pengajar Universitas Indonesia itu tidak yakin KPK melanggar hak asasi Setya Novanto.
Setya Novanto kembali ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP pada akhir Oktober 2017. Sebelumnya, status tersangka Setya gugur setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Setya pada 29 September 2017. KPK menyatakan memiliki bukti baru dengan menjerat Setya kembali menjadi tersangka.
Baca juga: Romli Atmasasmita: KPK Rugi Menahan Setya ...
Dipanggil berkali-kali sebagai saksi mau pun tersangka, berkali-kali pula Setya mangkir. Terakhir, ia dipanggil pada Rabu lalu, 15 November 2017. Ia mangkir dan memilih memimpin sidang paripurna DPR. Malam harinya, DPR menjemput Setya di rumahnya, namun tak berhasil. Ketua Umum Partai Golkar itu tak ada di rumah.
Setya "menghilang" dan diketahui mengalami kecelakaan pada Kamis, 16 November 2017. KPK menjadikannya tahanan pada malam itu juga namun kemudian membantarnya.