TEMPO.CO, Depok- Kepala Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius meminta perhatian Pemerintah Kota Depok dalam penanganan isu terorisme. Apalagi, kata dia, Depok sering dijadikan tempat persembunyian oleh para pelaku teror. "Pemkot harus terus memantau para pendatang yang masuk ke wilayahnya," kata Suhardi di Hotel Santika Depok, Rabu, 15 November 2017.
Menurut Suhardi pemerintah daerah harus meminta aparatnya menjalankan kewajiban lapor 1 kali 24 jam bagi tamu yang menginap. Interaksi sosial pendatang dengan warga sekitar harus dipantau. "Jangan sampai datang ngontrak, pergi pagi pulang malam. Ini ada apa, jangan main diam-diam saja," katanya.
Baca: BNPT : Pendanaan Terorisme Terkait ISIS Meningkat Sejak 2014
Penanggulang teroris, kata Suhardi, harus dibangun dari sistem terkecil, yakni RT dan RW. Kalau sistem ini dijalankan oleh setiap pemerintah daerah, pasti hasilnya akan signifikan. "Tidak ada lagi ruang bagi pelaku terorisme," katanya.
Suhardi menuturkan pernah mendapat cerita dari pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, KH Salahuddin Wahid, bahwa di Depok ada anak usia 6 tahun yang tidak ingin diajak oleh orang tua berbelanja. Saat itu Ibu dari anak ini mengajak anaknya ke salah satu pusat perbelanjaan. "Anak itu ngomongnya ke Mall itu haram, milik kafir," katanya.
Paham radikal, kata Suhardi, telah menyasar sampai ke anak usia dini. Selain pemerintah daerah, BNPT juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Agama untuk lebih selektif memilih pengajar di sekolah-sekolah. "Orang tua juga harus ikut memantau perkembangan anak di sekolah, jadi model pendidikan anak bisa dua arah," ujar dia.
Simak: BNPT Sebut Modus Baru Teroris Itu Antara Lain...
Wali Kota Depok Muhammad Idris meragukan hasil survei Setara Institute yang menyebutkan bahwa Kota Depok merupakan sarang terorisme. Rektor Universitas Indonesia Muhammad Anies juga sudah melakukan klarifikasi terhadap hasil survei tersebut. "Kami juga sudah meminta dasar ilmiah yang dilakukan Setara Institute," katanya.
Menurut Idris Pemkot Depok meminta lembaga yang melakukan penelitian tidak sembarangan mengelurkan hasil yang dianggap tidak ilmiah. Masyarakat juga diminta untuk tidak gampang percaya dengan hasil survei yang tidak jelas. "Hasil survei seperti itu berbahaya jika dipolitisasi," ujarnya.