TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kediaman Ketua DPR RI Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Melawai, Jakarta Selatan pada Rabu malam, 15 November 2017. Kuasa hukum Setya, Fredrich Yunadi mengatakan awalnya KPK berniat menjemput paksa Novanto.
“Betul (mau menjemput paksa),” kata Fredrich saat ditemui di rumah Setya, Rabu malam. Menurut Fredrich, sekitar lebih dari 20 penyidik KPK menunggu kedatangan Novanto selama 40 menit. “Saya bilang silakan tunggu, akhirnya dia (penyidik) bilang boleh tidak menggeledah lalu saya bilang silahkan tapi kita awasi.”
Baca: KPK Geledah Rumah Setya Novanto, Sita Rekaman CCTV
Fredrich mengatakan saat itu dirinya tengah menunggu Setya Novanto sejak pukul 19.00 di kediamannya. Bukannya Setya, malah penyidik KPK yang datang disertai dengan beberapa anggota Brimob untuk mengamankan penjemputan tersebut. “Mereka datang dengan sopan dan memberitahukan dengan surat perintah penangkapan, surat tugas, dan surat penggeledahan lalu tanya dimana Pak Setya Novanto,” kata Fredrich.
Selama lima jam, menurut Fredrich, para penyidik KPK menggeledah rumah mewah Setya tersebut. “Sampai ruang kerjanya, lemari bajunya, surat-suratnya, bahkan foto-fotonya digeledah. Enggak ada apapun yang rahasia," kata dia.
Baca: Setya Novanto Akan Jadi DPO oleh KPK, Pengacara: Silakan Saja
Dari hasil penggeledahan tersebut, Fredrich mengatakan, penyidik menyita rekaman kamera CCTV di kediaman Setya Novanto. Berdasarkan pantauan Tempo, penyidik juga keluar dengan menggiring beberapa koper berwarna hitam dan biru. Koper-koper tersebut sebelumnya dibawa oleh penyidik ketika memasuki kediaman Novanto.
Setya Novanto mangkir dari pemeriksaan KPK yang dijadwalkan pada Rabu, 15 November 2017. Dia akan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Pada hari yang sama, DPR menggelar sidang paripurna setelah masa reses.
Setya Novanto juga telah mangkir saat akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo dalam kasus korupsi yang sama. Setya beralasan pemanggilan KPK harus melalui izin Presiden.
Hingga kini, KPK masih mencari keberadaan Setya Novanto. Bahkan, KPK telah mempertimbangkan untuk memasukkan Setya ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).