TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, membantah kliennya berlindung di balik hak imunitas sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut dia, hak tersebut adalah hak istimewa yang dimiliki setiap anggota Dewan.
"Tidak berlindung. Itu hak istimewa diberikan undang-undang. Tindak pidana apa pun itu sudah diberikan hak imunitas kepada anggota Dewan," kata Fredrich di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 15 November 2017.
Baca juga: Setya Novanto Mangkir Dipanggil KPK, Jokowi: Baca Undang-Undang
Fredrich menyebut semua anggota Dewan punya hak imunitas ketika menjalankan tugas kedewanan. Misalnya ketika menjalankan fungsi anggaran dan kunjungan ke daerah untuk sosialisasi yang menjadi tugas anggota dewan. "Itu hak istimewa yang diberikan kepada 560 anggota Dewan di antara 260 juta penduduk Indonesia," ujarnya.
Ia pun menuding banyak anggota Dewan yang tak memahami hak imunitas ketika dijerat tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, Fredrich menilai, banyak anggota dewan yang takut menggunakan hak imunitas. "Mereka belum tahu. Mereka belum menanyakan kepada saya. Saya yang baru berani bicara, karena semua orang pada ketakutan."
Fredrich sebelumnya mendaftarkan uji materi Pasal 46 ayat 1 dan 2 Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal ini mengatur mekanisme pemeriksaan tersangka. Dia menyatakan pasal tersebut berlawanan dengan konstitusi Pasal 20A Undang-Undang Dasar 1945 tentang Imunitas Anggota DPR. Menurut dia, dengan adanya hak imunitas ini, anggota DPR tidak dapat diperiksa.
Baca juga: Setya Novanto Pastikan Pansus Angket Akan Terus Selidiki KPK
Setya Novanto berkali-kali mangkir dari pemeriksaan KPK saat akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus korupsi e-KTP. Pada pemanggilan pertama, Setya Novanto mangkir dengan alasan tengah mengunjungi konstituen pada masa reses DPR.
Pada Senin, 13 November 2017, Setya kembali absen dan surat ketidakhadirannya dikirimkan Sekretaris Jenderal DPR. Dalam surat itu, Sekjen DPR meminta KPK meminta izin Presiden jika ingin memanggil Setya. Terakhir, 15 November 2017, dia mangkir saat hendak diperiksa dengan status tersangka dugaan korupsi e-KTP.