TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat memvonis anggota Komisi Infrastruktur DPR RI Musa Zainuddin bersalah telah menerima suap senilai Rp 7 miliar terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau kasus suap PUPR di daerah Maluku dan Maluku Utara. Tak hanya memvonis 9 tahun bui, majelis hakim membatasi hak politik Musa.
Pembatasan hak politik yang diputuskan yaitu berupa pencabutan hak untuk dipilih kembali mengisi jabatan politik. "Majelis hakim memutuskan hak terdakwa untuk dipilih kembali dicabut selama 3 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Mas'ud saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 15 November 2017.
Baca juga: Suap PUPR, Legislator Musa Zainuddin Berpeluang Tersangka
Dalam sidang putusan hari ini, anggota DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini terbukti menerima suap sebesar Rp 7 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Suap itu diberikan agar dalam rapat di DPR RI, Musa mengusulkan program aspirasi dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur Jalan Taniwei-Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Waisala di wilayah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara. Program aspirasi usulan Musa itu diarahkan untuk dikerjakan PT Windhu Tunggal Utama dan PT Cahaya Mas Perkasa.
Atas pengerjaan program aspirasi tersebut, Abdul Khoir memberikan jatah kepada Musa Zainuddin sebesar 8 persen untuk setiap proyek. Dengan demikian, uang yang diterima Musa sebesar Rp 4,48 miliar dari proyek pembangunan Jalan Taniwei-Saleman dan Rp 3,52 miliar dari proyek rekonstruksi Piru-Waisala.
Hakim Mas'ud menyatakan bahwa penyerahan uang terhadap Musa telah terjadi sehingga ia pantas untuk dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Hakim juga memutuskan denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan, serta uang ganti rugi sebesar uang suap yaitu Rp 7 miliar subsider 1 tahun.
Dalam membacakan poin-poin yang memberatkan vonis terhadap Musa, hakim menyebut bahwa Musa tidak memberi contoh yang baik sebagai wakil rakyat. Melengkapi vonis tersebut, hakim pun memerintahkan agar KPK tetap menahan Musa. "Dikurangi dengan masa tahanan yang sudah dijalani," kata hakim Mas'ud.
Keluar dari ruang persidangan kasus suap PUPR, Musa masih tampak tersenyum. "Sesuai kesepakatan dengan PH (Penasehat Hukum), dalam satu minggu ini kami akan mendiskusikannya (putusan)," kata Musa.
FAJAR PEBRIANTO