TEMPO.CO, Bandung - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono mengatakan tidak mempersoalkan jika ada personel TNI yang berniat tampil di kancah politik praktis Tanah Air.
"Ya, kalau negara membutuhkan dan rakyat membutuhkan, kenapa tidak boleh? Saya izinkan, tetapi ada proses yang harus dipatuhi," ujarnya di Bandung, Selasa, 14 November 2017.
Namun Mulyono menegaskan ada syarat mutlak yang harus dipatuhi personel TNI jika ingin ikut serta dalam bursa pemilihan kepala daerah serentak pada 2018 mendatang. Syarat itu adalah personel aktif harus segera mengundurkan diri sebagai anggota TNI.
Baca juga: Gatot Nurmantyo: Politik Panglima TNI adalah Politik Negara
"Tidak boleh masih aktif di TNI. Kalau dia melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung politik praktis, dia tidak boleh aktif lagi di TNI. Kalau memang dia akan mencalonkan, silakan menjalankan sesuai dengan aturan," katanya.
Hal itu, kata dia, sudah disampaikan kepada segenap personel aktif TNI. Para personel pun sudah mengerti konsekuensi yang harus diambil jika memang serius akan banting setir menjamah dunia politik praktis.
"Kalau ada yang melanggar, pasti akan saya tegur dan tindak. Tapi selama ini saya tidak menemukan anak buah saya melaksanakan hal demikian," ucapnya.
Netralitas, kata dia, menjadi kewajiban yang harus dijaga TNI dalam menyukseskan pesta demokrasi di Tanah Air. Hal itu pun tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Baca juga: Panglima: Tak Punya Hak Politik, TNI seperti Warga Asing
Pasal 2 huruf d ihwal jati diri TNI menyebutkan, "Tentara profesional yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi."
"Netralitas itu dijamin, ya, penekanannya. Dari pimpinan pun kita harus tetap netral," tuturnya.