TEMPO.CO, Bengkulu - Nelayan asal Bengkulu, Sukadi, 55 tahun, pernah membawa sampel muntahan paus (ambergris) ke Universitas Bengkulu untuk diteliti. Hanya, sampel tersebut tidak diteliti karena Universitas Bengkulu tidak memiliki alatnya.
"Saya tidak bisa pastikan jika itu benar ambergris," kata Sukadi saat dihubungi, Selasa, 14 November 2017.
Baca juga: Muntahan Paus di Bengkulu Diduga Terkait Paus Terdampar di Aceh
Sukadi, warga Desa Pasar Lama, Kecamatan Kaur Selatan, Bengkulu, menemukan benda yang diduga muntahan paus pada 2 November 2017. Saat itu, dia tidak sengaja melihat benda berwarna putih tersebut mengapung di laut di sekitar Pulau Enggano. Dia pun membawanya ke rumah.
Mengetahui dari YouTube bahwa benda-benda yang ditemukannya berharga, Sukadi menyimpan muntahan tersebut. Dia akan menjualnya kepada pembeli yang memberikan harga sesuai.
Sukadi mengungkapkan, dari informasi yang dia dapatkan, muntahan paus ini memiliki nilai ekonomis tinggi karena dapat digunakan menjadi bahan pembuat parfum. "Dia dapat meningkatkan aroma parfum dan membuat aroma parfum bertahan lama," ujarnya.
Menurut Sukadi, muntahan paus itu memiliki tekstur lembut, ringan, dan jika dipegang terasa menyerupai lilin. Jika dipanaskan akan meleleh dan dapat digunakan untuk menghidupkan api.
Dosen Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu Dewi Purnama membenarkan sampel muntahan paus itu pernah dibawa Sukadi ke Universitas Bengkulu. “Sampelnya pernah dibawa ke Universitas Bengkulu. Dari yang kita lihat, dari bau, dan sifatnya yang mudah terbakar, hipotesis sementara diindikasikan itu ambergris paus,” ucapnya.
Namun, kata Dewi, untuk memastikan benda itu muntahan paus, perlu diteliti di laboratorium. Untuk saat ini, Universitas Bengkulu belum memiliki alat untuk menelitinya.
PHESI ESTER JULIKAWATI