TEMPO.CO, Jakarta - Penganiayaan yang dialami oleh wartawan media online Okezone Saldi Hermanto oleh anggota Kepolisian Resor Mimika menambah daftar catatan kekerasan terhadap wartawan. Ketua Aliansi Jurnalis Independen Jayapura, Everth Joumilena, mengatakan kejadian itu kembali mencederai kebebasan berpendapat dan kebebasan pers di Papua.
Menurut Everth, sejak 2011, polisi juga kerap mengintimidasi narasumber lokal yang menemani wartawan meliput di pedalaman Papua. Aliansi Jurnalis pun meminta pelaku penganiayaan terhadap Saldi diusut hingga tuntas.
Baca: Polisi Periksa Anggotanya yang Aniaya Wartawan di Mimika
"Pelaku harus dikenakan sanksi terberat, yakni pemecatan secara tidak hormat, karena perbuatan mereka tidak mencerminkan tindakan kepolisian sebagai pengabdi masyarakat," kata Everth pada Ahad, 12 November 2017.
Selain itu, ia meminta proses pemeriksaan terhadap para pelaku dilakukan secara terbuka. "Proses pemeriksaan berjalan transparan bagi awak media," ujarnya.
Lima anggota Sabhara Polres Mimika diduga menculik dan memukul wartawan media online Okezone, Saldi Hermanto, pada Sabtu, 11 November 2017. Kejadian itu bermula saat Saldi mengunggah sebuah status di laman Facebook miliknya yang mengkritik cara kerja polisi saat menangani kerusuhan di pasar malam Lapangan Timika Indah.
Baca: 4 Polisi Banyumas Jadi Tersangka Penganiayaan Wartawan Metro TV
Tidak lama setelah membuat status itu, sekitar pukul 22.50 WIT, Saldi diculik polisi saat tengah duduk di depan Polres Mimika, tempat ia biasa bekerja. Beberapa anggota Sabhara itu membawa Saldi ke sebuah pos polisi lalu memukulinya di bagian wajah dan punggung. Saldi mengaku dipukuli sekitar 8 polisi.
Kepolisian saat ini tengah memeriksa lima anggotanya yang diduga menganiaya Saldi. "Bila terbukti, akan dikenai pasal pidana dan kode etik kepolisian," kata juru bicara Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal.