TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kepolisian Daerah Papua, Ajudan Komisaris Besar Suryadi Diaz, mengatakan 1.300 warga sipil yang disandera kelompok bersenjata di sekitar Kampung Kimberly dan Banti tidak mengalami kekerasan. Menurut Suryadi, dalam kasus penyanderaan itu, warga hanya dilarang keluar dari wilayah tersebut.
Warga yang menjadi sandera terdiri atas warga asli Banti dan Kimberly serta warga non-Papua yang berprofesi sebagai pendulang dan pengumpul emas. "Selama dikepung, tidak terjadi kekerasan. Hanya dilarang keluar," ujar Suryadi saat dihubungi Tempo pada Ahad, 12 November 2017.
Baca: Penyanderaan di Papua, Polisi Diminta Utamakan Negosiasi
Hanya, menurut Suryadi, persediaan makanan para warga kian hari kian menipis. Untuk itu, sudah ada bantuan sementara dari aparat, yang mengirimkan makanan ke wilayah tersebut. "Sudah dikirim bantuan pasokan makanan untuk mereka," katanya.
Sejauh ini, upaya yang dilakukan untuk membebaskan 1.300 warga sipil masih tahap negosiasi melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat ini diutamakan yang memiliki marga sama atau hubungan keluarga yang dekat.
Simak: Penyanderaan di Papua, TNI dan Polri Akan Bentuk Tim Gabungan
Suryadi berujar tindakan yang gegabah bisa saja mengakibatkan timbulnya korban jiwa. "Kalau ada perlawanan, bisa saja salah sasaran. Mereka (para penyandera) bersembunyi di tengah masyarakat," ucapnya.
Selain mengupayakan negosiasi, Polda Papua bersama dengan TNI juga sudah menjaga setiap pos yang telah ditentukan.