TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Meski demikian, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Maman Abdurrahman berujar partainya belum akan mengganti Setya Novanto dari jabatan ketua umum.
"Sampai hari ini kita harus sampaikan bahwa tidak ada dalil konstitusional yang mendorong ketua umum kami untuk diganti," kata Maman di Jakarta, Sabtu, 11 November 2017.
Baca: Tersangka Lagi, Setya Novanto Laporkan Pimpinan KPK ke Polisi
Maman menuturkan ketika putusan praperadilan memenangkan Setya pada 29 September 2017, yang bersangkutan kembali memegang jabatannya sebagai ketua umum yang sebelumnya sempat dipegang oleh Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
Sehingga, walau sekarang Setya kembali berstatus tersangka kasus e-KTP, Maman mengatakan akan membicarakan lebih lanjut apakah akan digantikan seperti kemarin atau tidak. "Hari ini kita akan lihat setelah penetapan tersangka oleh KPK, apakah akan seperti kemarin atau akan berbeda," ucapnya.
Simak: Imigrasi: Surat Pencegahan Setya Novanto sudah Sesuai Prosedur
Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu pernah ditetapkan oleh KPK menjadi tersangka kasus yang sama pada 17 Juli 2017. Namun pada 29 September 2017, status tersangka gugur. Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, mengabulkan gugatan praperadilan Setya.