TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap 9 orang yang berkaitan dengan kasus korupsi e-ktp. Salah satu yang dicegah, yaitu Ketua DPR RI Setya Novanto.
"Dicegah baik dalam status sebagai saksi ataupun dalam status sebagai tersangka," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta pada Kamis 9 November 2017.
Baca: Usai Pernikahan Kahiyang, Setya Novanto Komentari SPDP dari KPK
Febri mengatakan pencegahan tersebut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. "Ada UU KPK disana, ada UU imigrasi yang secara jelas mengatur bahwa dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK bisa memerintahkan instansi terkait untuk melarang seseorang ke luar negeri dan di UU disebutkan hal itu secara jelas," kata dia.
Ia pun mengatakan bahwa KPK tetap bisa mencegah Setya Novanto ke luar negeri meski Ketua Umum Partai Golkar itu telah memenangkan praperadilan. "Karena dalam putusan praperadilan sendiri hakim menolak untuk mengabulkan permintaan pencabutan pencegahan ke luar negeri yang diajukan dalam praperadilan tersebut," kata Febri.
Baca: Setya Novanto Juga Laporkan Aris Budiman dan Penyidik KPK
Menurut dia, pencegahan ke luar negeri terhadap Setya Novanto tersebut dilakukan berkaitan dengan proses penyidikan dengan tersangka ASS. "Jadi subjek dan objek yang berbeda dengan materi di praperadilan tersebut," ujarnya.
Febri mengatakan pihaknya cukup yakin bahwa penerbitan surat pencegahan tersebut sesuai dengan kewenangan KPK, sehingga tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang. "Juga tidak ada pemalsuan atau sejenisnya," kata dia.
Surat pencegahan ke luar negeri atas nama Setya Novanto ini adalah alasan pihak Setya Novanto melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ke Badan Reserse Kriminal Polri. Mereka dituduh telah membuat dan menggunakan surat palsu atas pencegahan Setya Novanto ke luar negeri itu.