TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Lukman Edy mendorong Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum gencar melakukan pencegahan konflik dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada 2018. Salah satu yang disarankan Lukman adalah sosialisasi ketentuan yang mengatur ihwal petahana yang ingin mencalonkan kembali.
Lukman mengatakan petahana berpotensi menjadi salah satu sumber konflik dalam pelaksanaan pilkada 2018.
"Potensi konfliknya ada di inkumben yang ingin jadi kepala daerah lagi," katanya dalam acara diskusi publik "Potensi Konflik Pilkada Serentak 2018" di kantor KPU, Jakarta, Selasa, 7 November 2017.
Baca juga: Suhu Politik di 4 Wilayah Ini Tinggi Menjelang Pilkada 2018
Aturan soal petahana diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
Pasal ini di antaranya mengatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan petahana menjelang pilkada.
"Enam bulan sebelum penetapan calon, inkumben itu tidak boleh ganti pejabat, tidak boleh pakai program pemerintah, tidak boleh pakai APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) bantuan sosial," ujarnya.
Lukman mengaku pernah diprotes kepala daerah petahana yang merasa "dicurigai" dengan aturan tersebut. Dia pun tak menampik hal itu.
"Saya bilang, memang demikian supaya ada rambu-rambu. Rasa curiga kami kepada inkumben itu besar," ucap politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Lukman menceritakan hampir 60 persen anggota Komisi Pemerintahan DPR merupakan mantan kepala daerah yang mengetahui pola-pola kecurangan yang biasa dilakukan.
Baca juga: Din Syamsuddin Sebut Pilkada 2018 Rentan Politisasi Isu Agama
"Hampir 60 persen Komisi II ini mantan bupati dan gubernur jadi dia tahu betul bagaimana praktik kecurangan inkumben. Sekarang di DPR sehingga dia memberitahukan praktik-praktik di bawah itu seperti apa," tuturnya.
Lukman mengatakan, selain sosialisasi dengan masif, jika perlu, KPU dan Bawaslu membuat peraturan internal untuk merinci Pasal 71 itu. "KPU dan Bawaslu yang jelaskan lebih spesifik dan detail soal Pasal 71 ini. Jangan dibiarkan pasal itu seperti sekarang," katanya.