INFO NASIONAL - Simak fakta-fakta berikut. Sebanyak 40 persen populasi global tidak punya akses internet mobile pada 2020 dan lebih separuhnya ada di negara berkembang. Masih banyak individu tidak terkoneksi internet karena tidak meratanya infrastruktur atau pun pendapatan yang rendah sehingga tidak dapat mengadopsi mobile internet.
Indonesia dengan jumlah pengakses internet lebih dari 130 juta orang memang belum menunjukkan angka optimal dibandingkan dengan jumlah penduduk. Kesenjangan digital (digital divide) masih terjadi. Kesenjangan digital adalah ketimpangan yang diakibatkan ketidakseimbangan pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga muncul kesenjangan antara individu, rumah tangga, kelompok, area geografis, dan perusahaan, pada penggunaan teknologi informasi (information communication and technologies). Masyarakat yang tinggal di kota pasti sudah merasakan manfaat teknologi. Sebaliknya, mereka yang tinggal di pedesaan, masih banyak yang belum mengenal dunia teknologi. Mereka mungkin tidak mampu membeli perangkat digital atau kurangnya skill untuk mengoperasikannya.
Baca Juga:
Dengan kondisi geografis kepulauan seperti Indonesia, masalah digital divide disebabkan karena ketidakmerataan pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi di setiap daerah, perbedaan wawasan, serta masih rendahnya kesadaran sebagian masyarakat mengenai manfaat teknologi informasi di dalam kehidupannya. Sejumlah terobosan harus dilakukan, seperti membenahi pembangunan jaringan teknologi informasi dan komunikasi di kota maupun desa, Jawa maupun luar Jawa. Pentingnya teknologi, memberi pelatihan penggunaa, dan kemungkinan pengembangan akses internet untuk usaha kecil menengah melalui e-dagang menjadi salah satu kunci mengikis kesenjangan digital. Dengan potensi lokal luar biasa, seperti kekayaan alam, kreativitas kerajinan, tradisi, hingga kuliner, akan mendapat berkah dari kemajuan teknologi dan informasi.
Bukan suatu kebetulan bila kemudian seorang petani di desa kini bisa memperoleh pendapatan sampingan dari usaha persewaan penginapan (homestay) karena membludaknya wisatawan. Karena ekspos di media sosial yang luar biasa, sebuah desa bisa menjelma menjadi ikon wisata baru sehingga masyarakatnya memperoleh pemasukan lain yang membuatnya jadi sejahtera. Tidak hanya menyewakan, kehidupan sehari-hari masyarakat bisa memungkinkan mereka menjadi pemandu wisata karena alam yang mereka geluti sehari-hari ternyata bisa memicu kunjungan wisata baik lokal maupun mancanegara. Semuanya karena menggunakan platform internet.
Digital divide juga menjadi soal bagi yang menjalankan usahanya melalui bisnis online. Kesenjangan ini mempersempit pasar, karena produk dan jasa yang ditawarkan hanya dapat diakses masyarakat yang tinggal di perkotaan dan sudah “melek” teknologi. Sementara di sisi lain, peluang besar makin besar berkat adanya fasilitas pembelian online yang dapat memunculkan pengusaha-pengusaha baru berjenis Jono (just online not outlet). Mereka hanya berjualan online saja tanpa perlu memasang bendera dengan membuka outlet fisik yang investasinya cukup besar.
Baca Juga:
Padahal dari sisi perangkat, laporan GSMA The Mobile Economy 2017 mencatat kini semakin banyak vendor menawarkan telepon seluler di bawah US$ 100. Munculnya vendor lokal yang ditengarai mampu mengerti kebutuhan penggunanya, seperti India, Indonesia, dan Filipina. Artinya, dari sisi perangkat sudah semakin terjangkau, infrastruktur juga semakin merata, tinggal bagaimana memanfaatkannya sebagai katalis ekonomi sehingga mampu menyejahterakan semua masyarakat. (*)