TEMPO.CO, Jakarta - Sekretariat dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat mengirimkan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan ketidakhadiran Ketua DPR Setya Novanto untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan surat tertanggal 6 November 2017 itu diterima KPK pada Senin pagi.
Surat itu berisi lima poin, yang menjelaskan ketidakhadiran Setya Novanto dalam pemeriksaan KPK. Berikut ini isinya.
1. Surat dari KPK telah diterima Setya Novanto pada 1 November 2017 untuk didengar keterangan sebagai saksi dalam penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Anang Sugiana Sudihardjo bersama-sama dengan sejumlah pihak.
2. Dalam surat dicantumkan nama Setya, pekerjaan Ketua DPR, alamat, dan lain-lain.
3. Diuraikan ketentuan di Pasal 254 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang mengatur bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR ,yang diduga melakukan tindak pidana, harus mendapat persetujuan tertulis dari Majelis Kehormatan Dewan.
Kemudian diuraikan amar putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015 (Poin 1 dan 2 (2.1, 2.2, dan 2.3)).
Berdasarkan Putusan MK tersebut, maka wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden lebih dulu sebelum melakukan pemanggilan.
4. Karena dalam surat panggilan KPK ternyata belum disertakan surat persetujuan dari Presiden, maka dengan tidak mengurangi ketentuan hukum yang ada, pemanggilan terhadap Setya dalam jabatan sebagai Ketua DPR dapat dipenuhi syarat persetujuan tertulis dari Presiden lebih dulu, sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku, termasuk penyidik KPK.
5. Berdasarkan alasan hukum di atas, maka pemanggilan terhadap Setya sebagai saksi tidak dapat dipenuhi.
Baca: Mangkir dari Pemeriksaan, Setya Novanto Minta KPK Izin Presiden
Surat tersebut ditandatangani pelaksana tugas Sekretaris Jenderal DPR.
Pada Senin, 30 Oktober lalu, Setya juga tidak memenuhi panggilan KPK sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo. KPK juga telah menerima surat dari DPR, yang ditandatangani oleh Setya, terkait ketidakhadiran dalam pemeriksaan tersebut.
Surat itu juga menyebutkan Setya tidak dapat hadir karena ada kegiatan lain di daerah pada masa reses DPR. Sebelumnya, Setya pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek e-KTP pada 17 Juli lalu.
Namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Setya pada 29 September 2017, sehingga penetapannya sebagai tersangka dinyatakan tidak sesuai dengan prosedur.
Anang Sugiana Sudihardjo merupakan Direktur Utama PT Quadra Solution, yang ditetapkan sebagai tersangka baru kasus e-KTP pada 27 September 2017.
PT Quadra Solution merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pelaksana proyek e-KTP, yang terdiri atas Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Artha Putra.
Indikasi peran Anang terkait dengan kasus itu antara lain diduga dilakukan bersama Setya Novanto, Andi Agusitnus alias Andi Narogong, Irman, Sugiharto, dan kawan-kawan.
Anang diduga berperan menyerahkan uang kepada Setya Novanto dan sejumlah anggota DPR melalui Andi terkait dengan proyek e-KTP.