TEMPO.CO, Medan - Kopertis Wilayah I Sumatera Utara masih terus melakukan pemantauan terhadap puluhan perguruan tinggi yang dinilai bermasalah. Puluhan Perguruan Tinggi Swasta tersebut diberi tenggat waktu untuk melakukan perbaikan kelengkapan persyaratan hingga Desember 2017.
Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Dian Armanto mengatakan pihaknya menambah waktu selama enam bulan lagi untuk dapat membenahi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melakukan pelanggaran. Menurut dia, pembinaan yang diberikan Kopertis Wilayah I Sumut terhadap perguruan PTS tersebut sudah merupakan tahap kedua.
"Sebelumnya, pada tahap pertama diberikan waktu selama enam bulan, dan tampaknya tidak juga mengalami perubahan PTS yang mendapat teguran dari Kemenristekdikti," ujar Armanto, Minggu, 5 November 2017, sebagaimana dilansir dari Antara.
Baca juga: Tidak Memenuhi Standar, Kemenko PMK Mendukung Penutupan 25 PTS
Ia mengatakan, jika batas waktu yang telah ditentukan PTS tersebut tidak memenuhi persyaratan, pihaknya akan merekomendasikan PTS tersebut untuk ditutup. Rekomendasi ini akan disampaikan kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Direktorat Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti.
"Kopertis berharap kepada PTS yang mendapat peringatan dari Dikti itu untuk dapat melakukan perbaikan secara signifikan," ujar dia.
Armanto menjelaskan, penambahan waktu penataan pada tahap kedua itu adalah berdasarkan permintaan dari yayasan PTS tersebut, dan Kopertis mengabulkannya. PTS tersebut, kata dia, harus dapat memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah diberikan oleh Kemenristekdikti, dan tidak boleh gagal.
Baca juga: Cara Menteri Nasir Melaksanakan Merger Perguruan Tinggi Swasta
Penemuan PTS yang tidak memenuhi ketentuan itu berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan Kopertis terhadap 264 PTS beroperasi di Sumut. PTS mempunyai jumlah mahasiswa yang tidak mencukupi, rasio dosen tetap tidak tercapai, tidak ada gedung dan prasarana yang memadai, izin bermasalah, hingga konflik pimpinan yayasan/pimpinan perguruan tinggi. "Dan tidak rutin memberikan laporan," kata Armanto.