TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menilai penanganan kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, oleh kepolisian berada dalam jalur yang benar. Menurut dia, tenggat tak dapat dijadikan ukuran untuk waktu penanganan kasus.
"Kasus Novel ini sophisticated crime. Memang butuh waktu untuk penyelidikan dan penyidikan," kata Poengky dalam diskusi Kasus Novel setelah 200 Hari di restoran Gado-Gado Boplo, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 4 November 2017.
Baca: Jokowi Akan Kembali Panggil Kapolri Bahas Kasus Novel Baswedan
Poengky mengatakan pada Jumat, 3 November 2017, Kompolnas telah berkomunikasi dan melihat gelar perkara kasus Novel Baswedan di Kepolisian Daerah Metro Jaya. Ia menyebut kepolisian telah memeriksa sekitar 60 saksi, termasuk menjabarkan beberapa orang yang sempat diduga sebagai pelaku penyerangan. "Mereka (polisi) menggunakan scientific crime investigation," ujarnya.
Kepolisian, kata Poengky, menilai penyerangan Novel terencana sehingga mempersulit pengusutan kasus oleh kepolisian. "Ketika melakukan upaya kejahatan, pelaku sudah berpikir hal mana yang kira-kira sulit diperhatikan. Misal dari CCTV yang sulit dilihat," ujarnya. Ia juga menyebut kepolisian telah menggandeng Australia Federal Police untuk menyelidiki kasus ini.
Baca: Cari Pelaku Penyerangan Novel Baswedan, Polisi: Masih Minim Bukti
Penanganan kasus penyerangan Novel Baswedan yang sudah mencapai hari ke-206 belum menemui titik terang. Hingga kini, belum ada perkembangan soal siapa yang menyerang Novel dengan air keras saat perjalanan pulang dari masjid dekat rumahnya pada 11 April 2017.
Dalam beberapa kali kesempatan, kepolisian menyatakan kesulitan mencari pelaku penyerangan Novel karena faktor teknis. Kepolisian berdalih antara lain kurangnya alat bukti untuk menemukan di mana dan siapa penyerang Novel.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pihak Novel Baswedan yakin penyebab belum selesainya perkara Novel karena faktor politis. Menurut dia, pembentukan tim gabungan pencari fakta oleh Presiden Joko Widodo dinilai bisa menyelesaikan masalah tersebut.