TEMPO.CO, Jakarta - Kebakaran pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang, dianggap potret buruk industri dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pabrik kembang api milik PT Panca Buana Cahaya Sukses yang menewaskan 48 orang dalam kebakaran tersebut diduga memperkerjakan anak di bawah umur.
"Tragedi ini menjadi momentum untuk mengevaluasi dan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan yang diduga mempekerjakan anak di bawah umur," kata Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Sujatmiko dalam siaran persnya, Rabu, 1 November 2017.
Baca: Detik-detik Kebakaran Pabrik Kembang Api di Kosambi
Menurut Sujatmiko, Pasal 68 UU Ketenagakerjaan menyebutkan pengusaha dilarang mempekerjakan anak di bawah umur. Namun dia menduga masih banyak perusahaan yang melanggar hal tersebut. Meskipun ada pengecualian dalam UU tersebut bahwa anak 13-15 tahun boleh bekerja di industri, tapi itu khusus untuk pekerjaan ringan.
Selain itu, pekerjaan tersebut tidak berpotensi bahaya, baik secara fisik, kesehatan, maupun sosial, dan waktu kerjanya maksimum tiga jam per hari. "Dari apa yang kita lihat sekarang, jelas perusahaan pabrik kembang api tersebut sangat membahayakan," ujar Sujatmiko.
Simak: Pemerintah Tangerang Cabut Izin Pabrik Petasan di Kosambi
Dia menuturkan pangkal dari tindak eksploitasi anak adalah kemiskinan. Faktor inilah yang terkadang menyebabkan anak-anak terpaksa bekerja di pabrik-pabrik untuk ikut menanggung beban keluarga. Padahal, kata Sujatmiko, dalam keadaan seperti itu, orang tua yang mengizinkan anaknya bekerja di lingkungan yang berbahaya juga telah melakukan pelanggaran UU.
Dalam kasus kebakaran pabrik petasan, Kemenko PMK telah melakukan langkah-langkah koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, khususnya dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk memberikan bantuan kepada pihak korban. "Ini untuk pencegahan. Kalau edukasi dan pengawasan kendor, meleng, anak-anak bisa menjadi korban," ujar Sujatmiko.