TEMPO.CO, Jakarta - Pembina Mata Air Foundation, Nusron Wahid, menyatakan perlunya ulama dari kelompok Islam moderat untuk berdakwah dengan cara yang mudah diterima dan dipahami kalangan pelajar dan mahasiswa.
"Semua kelompok-kelompok Islam moderat dalam menyampaikan nilainya harus dengan cara yang enteng, bagaimana materi-materi yang berat itu bisa dikemas dengan cara yang enteng, lunak, gampang diterima, singkat, padat, tapi bisa memahamkan, terutama generasi-generasi sosial media," katanya.
Nusron merespons hasil survei yang dirilis Alvara Research Center dan Mata Air Foundation ihwal potensi radikalisme di kalangan pelajar dan mahasiswa. Survei itu mencatat Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai dua organisasi kemasyarakatan Islam yang paling dikenal responden, yang terdiri atas 2.400 pelajar dan 1.800 mahasiswa.
Baca juga: Suara Massa NU-Muhammadiyah ke Mana?
Kendati begitu, mayoritas responden justru mengaku tak dekat dengan ormas mana pun. Jumlah mahasiswa dan pelajar yang tergabung sebagai anggota NU dan Muhammadiyah pun tak banyak, berada di rentang 4,1-27,2 persen dari total responden.
Selain itu, ulama yang paling dikenal sebagian besar responden pun bukan representasi NU atau Muhammadiyah. Alvara menyatakan ulama yang paling dikenal, menjadi panutan, dianggap memiliki kedalaman ilmu, dan ceramahnya mudah diterima adalah Ustaz Yusuf Mansur.
Padahal, masih merujuk hasil survei, citra NU dan Muhammadiyah hampir sama. Keduanya dipandang sebagai ormas yang ajarannya cocok dengan kondisi Indonesia, menjaga hubungan baik dengan agama lain, menghargai perbedaan, dan toleran.
"Organisasi Islam yang mainstream-nya NU dan Muhammadiyah, yang jadi role model. NU Islam Nusantara, Muhammadiyah Islam berkemajuan, ternyata tidak menjadi populer di kalangan mahasiswa maupun pelajar," ujar Nusron.
Baca juga: NU: Sedekah Politik Belum Jelas Hukumnya
Politikus Golkar ini berpendapat perlu ada ekspansi model dakwah oleh para ulama. Baik ulama yang sudah senior maupun muda, menurut dia, perlu mengembangkan cara dakwah yang sesuai dengan segmen masyarakat.
"Ulama yang sepuh kita ajak bicara dengan tidak menyinggung. Kemudian yang muda-muda menjadi keharusan untuk mengubah model dakwahnya. Sekarang dakwahnya harus menarik, mengajak, memikat, dengan cara yang bisa diterima oleh publik," ucapnya.