TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan adanya sanksi pidana penjara hingga maksimal 20 tahun seperti yang tertuang dalam Perpu Ormas yang telah disahkan menjadi Undang-undang memang sudah menjadi kesepakatan pemerintah.
“Di Indonesia ini sekarang ada 300 ribu lebih ormas, kalau tidak ada ancaman sanksi yang berat maka akan sangat rawan terjadi pelanggaran,” ujar Tjahjo di sela menghadiri Seminar Nasional dan Bedah Buku Bela Negara dan Kebangkitan Pemuda di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Selasa 31 Oktober 2017.
Baca juga: PPP Ajukan Usul Revisi Perpu Ormas
Pasal 82 A ayat 2 Perpu Ormas menyebutkan setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan, serta menistakan atau menodai agama, melakukan kegiatan separatis, menggunakan simbol yang sama dengan gerakan separatis, serta menyebarkan atau menganut dan mengembangkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
Tjahjo menuturkan potensi ancaman tumbuhnya ormas radikal dan mengancam ideologi Pancasila diibaratkan seperti ketika berhadapan dengan kasus korupsi.
“Kalau kasus korupsi sanksinya cuma dua atau tiga tahun penjara nggak akan membuat orang jera, kalau sekarang orang mikir dengan adanya ancaman berat itu,” ujar Tjahjo.
Meski ada ancaman maksimal, Tjahjo menuturkan, keputusan tetap di tangan hakim pengadilan ketika kasus pelanggaran Perpu ormas terjadi.
“Jadi sanksi berat ini kami harap membuat orang atau kelompok tak lagi berani berpikir untuk mengganti ideologi Pancasila, bahwa Indonesia negara hukum, yang punya administrasi,” ujarnya.
Baca juga: Perpu Ormas Disahkan, Berikut Aturan Krusial yang Dipersoalkan
Menurut Tjahjo dengan sanksi berat dalam Perpu Ormas ini, jika ada ormas berbuat onar dan mengganggu ketertiban di masyarakat bisa segera ditangani kepolisian. Namun bagi ormas yang memikirkan mengganti ideologi negara akan berpikir ulang dengan sanksi lebih berat.
Tjahjo pun sependapat dengan pandangan yang menyebut bahwa ormas memang posisinya harus di bawah negara. “Tidak boleh ormas kok mau menyaingi negara,” ujarnya.