TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bali Made Mangku Pastika, kembali memperpanjang status siaga darurat bencana Gunung Agung selama 14 hari (27 Oktober hingga 9 November 2017), untuk memberikan kemudahan akses dalam menangani ancaman letusan gunung setinggi 3.142 mdpl ini.
"Perpanjangan status siaga darurat bencana atau level awas Gunung Agung ini sudah ketiga kalinya dilakukan, guna memberikan kemudahan akses dalam menangani ancaman letusan Gunung Agung," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo P Nugroho, dalam keterangan persnya, Sabtu, 28 Oktober 2017.
Sutopo mengatakan, perpanjangan masa keadaan darurat ini juga bertujuan untuk memudahkan akses dalam pengerahan personil, penggunaan anggaran, pengadaan dan distribusi logistik maupun administrasi.
Baca juga:Status Awas, Aktivitas Kegempaan Gunung Agung Masih Tinggi
Saat ini jumlah pengungsi Gunung Agung tercatat sebanyak 133.457 jiwa yang tersebar di 385 titik pengungsian yang berada di sejumlah kabupaten/kota di PulaunBali. "Perpanjangan masa awas Gunung Agung ini guna membantu memenuhi kebutuhan dasarnya pengungsi," ujarnya.
Ia menerangkan, hingga 37 hari sejak ditetapkan status Awas Gunung Agung belum terlihat tanda-tanda letusan. "Jumlah kegempaan terus menurun dan deformasi relatif stabil," ujarnya.
Adapun Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menetapkan Status Awas hingga saat ini dengan rekomendasi radius sembilan kilometer ditambah sektoral 12 kilometer dari puncak kawah tidak boleh ada aktivitas masyarakat. "Dalam waktu dekat, PVMBG akan mengevaluasi status Gunung Agung berdasarkan kondisi terkini," ujarnya.
Baca juga: Kerugian Akibat Status Awas Gunung Agung Mencapai Rp 2 Triliun
Dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan selama status Awas Gunung Agung cukup besar. Kerugian ekonomi diperkirakan Rp1,5 triliun hingga Rp2 triliun. Kemudian, hilangnya pekerjaan para pengungsi yang merugi hingga Rp204,5 miliar, sektor pertanian, peternakan, kerajinan Rp100 miliar, serta sektor pertambangan dan pembangunan Rp200-500 miliar.
"Kerugian ini belum memperhitungkan sektor pendidikan dan kesehatan yang juga terdampak langsung," ujarnya.
Sampai sekarang Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten/Kota terus melakukan penanganan darurat dibantu Pemerintah Pusat dari Kementerian/Lembaga, NGO, dunia usaha dan masyarakat. "BNPB mengkoordinasikan potensi nasional dengan mendirikan pos pendampingan nasional di Karangasem Bali," ujarnya.