INFO NASIONAL- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka Konferensi Tenurial Internasional, di Istana Negara, yang akan dilaksanakan selama tiga hari pada 25-27 Oktober 2017. Pada kesempatan tersebut, presiden menyerahkan sembilan surat keputusan (SK) Hutan Adat untuk masyarakat hukum adat dan sembilan SK pengelolaan hutan desa kepada lembaga pengelola hutan desa.
Jokowi kembali menegaskan akan penyediaan alokasi 12,7 juta hektare lahan perhutanan sosial bagi kelompok-kelompok masyarakat marginal. Semangatnya adalah agar lahan dan hutan sebagai sumber daya dapat diakses oleh masyarakat sehingga memberikan nilai ekonomi dan kesejahteraan bagi rakyat.
Baca Juga:
“Hari ini kembali kita tegaskan pengakuan hutan adat yang secara keseluruhan ada sembilan kelompok masyarakat hukum adat. Kita resmikan pengakuan hutan adatnya dengan area seluas 3.341 hektare. Sekaligus pemberian secara langsung hak pengelolaan hutan desa kepada sembilan lembaga pengelola hutan desa seluas 80.228 hektare. Ini bukan angka yang kecil dan akan kita teruskan,” ujar Jokowi saat membuka konferensi di Istana Negara, Rabu, 25 Oktober 2017.
Target pemerintah dalam bentuk Perhutanan Sosial, kata Jokowi adalah seluas 12,7 hektare dan Reforma Agraria seluas 9,1 juta hektare merupakan cita-cita dalam semangat Nawa Cita yang ditegaskan dalam RPJMN 2015-2019. Hal ini guna menjawab tantangan beragam pola penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam rakyat secara lestari di perdesaan seperti wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pertanian dan perkebunan, wanatani rakyat dan wilayah adat.
Pada pembukaan konferensi tenurial tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melaporkan perkembangan agenda Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Nawa Cita. Dari alokasi 12,7 juta hectare yang dicita-citakan, untuk periode 2015-2019 secara realistis dapat diproyeksikan target realistisnya hingga 2019 seluas 4,38 juta hektare.
Baca Juga:
“Hingga saat ini telah direalisasikan alokasi lahan bagi masyarakat seluas 1.08 juta hektare diantaranya 509.5656,7 hektare berupa hutan desa atau nagari dan hutan adat, serta masih dalam proses penyelesaian seluas 960 ribu hektare. Dengan demikian kita akan segera menyelesaikan lagi seluas 960 ribu hektare tersebut dan berarti akan direalisasikan seluas 2,04 juta hektare” kata Siti.
Sementara itu, dalam catatan KLHK untuk alokasi Reforma Agraria, dari target 4,1 juta hektare berasal dari kawasan hutan, telah dilepaskan kawasan hutan sampai dengan Juli 2017 seluas 750.123 hektare. Bersumber dari 20 persen pelepasan 167 unit usaha kebun atau 375.123 hektare; dari 62 unit pemukiman dan fasilitas umum, fasilitas sosial daerah transmigrsi seluas 50.708 hektare, dari pemukiman dan lahan garapan masyarakat seluas 205.004 hektare, pelepasan melalui revisi tata ruang karena alokasi pemukiman yaitu di NTT seluas 54.163 hektare dan di Riau seluas 65.125,32 hektare.
Alokasi untuk Perhutanan Sosial seluas 12,7 hektar dan Reforma Agraria seluas 9,1 juta hektar guna menjawab tantangan beragam pola penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam rakyat secara lestari di perdesaan.
Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo menyampaikan pesannya kepada para penerima hak kelola hutan agar sesegera mungkin membuat perencanaan bisnis dan konservasi lahan hutan yang telah diterimanya. Presiden tidak menginginkan lahan-lahan perhutanan sosial yang hak pengelolaannya telah diberikan menjadi percuma karena tidak digarap dengan produktif.
"Jangan sampai ini sudah diserahkan kemudian hutannya tidak produktif, jadi percuma. Kita menyerahkan ini tujuannya jelas agar hutan ini produktif, entah untuk hutan wisata, pemanfaatan sumber daya alam, dan bisa memberikan pendapatan kepada masyarakat di sekitar hutan ini,” tutur Jokowi. (*)