TEMPO.CO, Jakarta -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati keputusan Presiden Joko Widodo dalam menunda pembentukan densus antikorupsi. Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah hal tersebut tak lantas menghambat kerjasama KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Agung dalam melakukan pemberantasan korupsi.
"Kita punya mekanisme koordinasi dan supervisi, Kepolisian saya kira masih punya kewenangan untuk tetap menangani kasus korupsi dan kejaksaan juga demikian," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2017.
Febri menuturkan bahwa KPK telah melakukan koordinasi dan supervisi dengan kepolisian dan kejaksaan. Pada bulan Agustus, kasus yang ditangani kepolisian dan kejaksaan sebanyak 114 penanganan perkara.
BACA:Urgensi Pembentukan Densus Antikorupsi Polri Dipertanyakan
"Kemudian supervisi ada sekitar 175 kasus yang kita supervisi. Itu semua dimulai SPDP disampaikan penyidik Polri dan Kejaksaan ke KPK sesuai pasal 50 UU No 30 tahun 2002," kata Febri.
Febri menegaskan posisi KPK adalah agar upaya pemberantasan korupsi itu menjadi kuat. Koordinasi dan supervisi dinilai penguatan yang harus diutamakan.
"Kita lebih fokus ke sana. Karena tugas itu (pemberantasan korupsi) tidak boleh berhenti tidak boleh melemah. Karena itu harus diperkuat," kata Febri menegaskan kembali soal densus antikorupsi.
KARTIKA ANGGRAENI
Baca juga:Inilah Tiga Penyebab Ide Densus Antikorupsi Bikin Gaduh