TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Feri Kusuma menilai pemerintahan Joko Widodo selama tiga tahun ini belum punya tindakan konkret untuk penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Salah satunya, kata Feri, bisa dilihat dari komitmen Jokowi memberikan dukungan terhadap Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh.
"Hal ini tentu menjadi persoalan dan tantangan. Kenapa persoalan? Karena adanya operasi militer dan pelakunya di tingkat negara serta pengambil keputusan adalah negara," kata Feri dalam konferensi persnya di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Selasa, 24 Oktober 2017.
Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR Aceh) dibentuk sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai upaya penyelesaian non-yudisial terkait dengan konflik Aceh antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Kendati diinstruksikan harus dibentuk satu tahun setelah peraturan tersebut diundangkan, KKR Aceh baru dibentuk pada 24 Oktober 2016.
Baca juga: KKR Aceh Terbentuk, Ini Persoalan di Depan Mata
Feri sendiri mengatakan diperlukan dukungan yang kuat dari pemerintah, bukan hanya pemerintah daerah, melainkan juga pemerintah pusat. Selemah-lemahnya iman, kata Feri, Presiden wajib memberikan statement terkait dengan dukungannya terhadap KKR Aceh.
"Dan memerintahkan instansi di bawah Presiden mendukung kerja KKR Aceh," ucapnya.
Selain itu, Feri mendorong pemerintah memberi dukungan melalui kebijakan yang mendukung KKR Aceh. Misalnya, kata dia, pemerintah paling minimal perlu menerbitkan peraturan presiden untuk mendukung kerja-kerja KKR Aceh.
Baca juga: Calon Anggota Komisi Kebenaran Rekonsiliasi Aceh Jalani Uji...
"Bisa membantu dan mempermudah kerja-kerja mereka. Kenapa? Karena mandat pembentukan lembaga ini dari Undang-Undang Pemerintahan Aceh," tutur Feri.
Menurut Feri, pembicaraan mengenai KKR Aceh ini penting didiskusikan di level nasional karena kasus konflik Aceh melibatkan pemerintah sebagai aktor. Apalagi kinerja-kinerja lembaga lain, seperti Komnas HAM, sering kali mentok di Kejaksaan Agung.