TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan evaluasi tiga tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam pemberantasan korupsi. Menurut catatan ICW, kinerja Jokowi-JK dalam pemberantasan korupsi politik belum memuaskan.
Anggota Divisi Korupsi Politik ICW Alma Sjafrina mengatakan ada beberapa catatan selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK berkaitan dengan korupsi politik. Misalnya pembenahan tata kelola partai politik, perumusan pembahasan serta pengesahan tentang Undang-undang Pemilu yang dijadikan satu naskah dan penggunaan hak angket oleh DPR untuk KPK.
Baca: 3 Tahun Jokowi-JK, ICW Soroti Kinerja Jaksa dan Polisi
"Di Nawa Cita Jokowi sangat tegas dan jelas menuliskan komitmen untuk melakukan pembenahan tata kelola partai politik, salah satunya adalah penguatan kaderisasi dan soal pendanaan. Jokowi juga menuliskan bahwa akan memberikan dana kepada partai politik melalui APBN dan APBD itu dilakukan melalui revisi UU partai politik", kata dia di Kantor ICW, pada Jumat, 20 Oktober 2017.
Menurut Alma, pembenahan partai politik ini belum terlihat dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. Pemerintah melalui Kemendagri memang telah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009. Namun peraturan itu tak cukup dalam rangka pembenahan partai politik.
Baca: Demonstrasi Mahasiswa 3 Tahun Jokowi-JK Berakhir Ricuh
"Aturan itu hanya membahas besaran subaidi negara untuk partai politik, tapi tidak membahas bagaimana sistem internal partai politik, bagaimana kemudian pelaporannya, transparansi akuntabilitas dari penggunaan subsidi tersebut," kata Alma.
Soal UU Pemilu, Alma mengapresiasi pemerintahan Jokowi yang bersama DPR sudah merampungkan UU Pemilu dalam satu naskah. UU tersebut telah menggabungkan tiga UU menjadi satu paket UU untuk mempersiapkan pemilihan kepala daerah serentak 2018. "Tapi catatannya adalah pembahasan UU pemilu ini sangat tertutup dan pembahasaannya hanya pada akhir ketika waktu mendesak untuk disahkan", ujar Alma.
ICW juga menyoroti persoalan politik uang. Alma menyebut soal praktik jual beli suara dan transaksional dalam pencalonan legislatif yang masih banyak terjadi. Menurut dia, persoalan ini harus diselesaikan demi membebaskan kursi parlemen dari praktik korupsi atau suap. "Jadi paling tidak presiden harus menginisiasi reformasi partai politik dengan melakukan pembenahan UU partai politik," kata dia.
MOH KHORY ALFARIZI
Baca juga: Survei Pemilu 2019: Resep Jokowi Kalahkan Penantang Baru