TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) memaparkan evaluasi tentang penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi selama tiga tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Anggota Divisi Hukum ICW, Lola Ester, mengatakan lembaganya menyoroti kinerja yang dilakukan kejaksaan dan kepolisian di pemerintahan Jokowi-JK.
"Untuk kejaksaan di tahun ketiga pemerintahan Jokowi-JK ini yang paling penting kita garis bawahi adalah menolak jaksa agung yang berafiliasi dengan partai politik, yang akhirnya bermasalah dengan tindak pidana korupsi," ujar Lola di kantor ICW pada Jumat, 20 Oktober 2017.
Baca: 3 Tahun Jokowi-JK, Persoalan HAM dan Agraria Disorot
Selama kepemimpinan Jaksa Agung HM Prasetyo, Lola mencatat ada tujuh jaksa yang bermasalah secara hukum dan diduga terkait dengan tindak pidana korupsi. "Respons dari Jaksa Agung sendiri ketika KPK melakukan bersih-bersih justru malah tidak sportif," katanya.
Menurut Lola, seharusnya Jaksa Agung berterima kasih kepada KPK karena sudah membantu bersih-bersih untuk memperbaiki kekacauan di Kejaksaan Agung. "Memang ditanggapi dengan positif tapi defensif. Kita juga ingat ketika Jaksa Agung menyatakan bahwa KPK terlalu gaduh dalam melakukan OTT," tuturnya.
Baca: Demo Mahasiswa dan Buruh Evaluasi 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK
Lola pun mengkritik saat Jaksa Agung menyatakan KPK hanya melakukan operasi tangkap tangan receh saat melakukan penangkapan terhadap Kepala Seksi Intel III Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba. "Justru respons ini menjadi sangat memalukan dan merugikan pemerintahan Jokowi-JK sebagai sebuah kabinet," ucap Lola.
Simak: Demo 3 Tahun Jokowi-JK di Serang Ricuh
Sementara itu, Lola menilai, kepolisian sebagai salah satu penegak hukum yang berada di bawah koordinasi presiden, telah melakukan langkah positif dalam upaya pemberantasan korupsi. Upaya tersebut adalah Kepala Kepolisian RI menerbitkan paket kebijakan internal di kepolisian.
Baca: 3 Tahun Jokowi-JK: Ini Janji Kampanye yang Dilanggar Versi IPS
Kapolri, kata Lola, telah mendorong agar anggotanya tidak lagi hidup bermewah-mewah dan membatasi pengeluaran yang ada di level keluarga agar tidak melampaui pendapatan yang diperoleh anggotanya sendiri. Meski begitu, ada hal yang masih mengganjal terkait dengan kinerja Polri dalam pemberantasan korupsi, yakni penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, yang sampai sekarang tidak ada kejelasannya.
Menurut Lola, perkara Novel ini akan selalu relevan untuk menilai pemerintahan Jokowi-JK karena mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap publik. "Perkara KTP elektronik adalah yang diduga menjadi penyebab, kemudian Novel diserang oleh orang yang tidak dikenal pada April lalu, dan sampai sekarang masih belum ada kejelasan", ujarnya.
Simak: 3 Tahun Jokowi-JK, Demo Mahasiswa di Riau Ricuh
Dorongan publik kepada presiden untuk membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) hanya direspons dengan normatif dan tidak ada tindak lanjut yang lebih jauh. "Akhirnya agenda memperkuat KPK yang ditulis di dalam Nawa Cita tidak terwujud, malah serangan terhadap KPK itu sangat bertubi-tubi dan hampir kolaps," kata Lola.
MOH. KHORY ALFARIZI
Baca juga: Survei Pemilu 2019: Resep Jokowi Kalahkan Penantang Baru