TEMPO.CO, Jakarta - Peluang masyarakat Pulau Madura mempercepat usul pembentukan provinsi yang terpisah dari Jawa Timur, pupus. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi secara bulat menolak permohonan uji materi terhadap pasal syarat pemekaran wilayah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Hak pembentukan provinsi bukan untuk pemekaran wilayah, tapi dalam konteks upaya memajukan ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, dalil pemohon tak beralasan hukum," kata hakim Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, saat membacakan pertimbangan putusan, Kamis, 19 Oktober 2017.
Baca: Wacana Provinsi Madura, Bupati Sumenep Setuju Pemekaran Wilayah
Uji materi undang-undang tersebut diajukan para kepala daerah, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah se-Pulau Madura dan Ketua Umum Panitia Nasional Persiapan Pembentukan Provinsi Madura (PNP3M) Achmad Zaini pada pertengahan Juli lalu. Mereka menggugat Pasal 34 ayat 2 huruf d dan Pasal 35 ayat 4 huruf a Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Kedua pasal tersebut dinilai menghambat rencana pembentukan Provinsi Madura yang telah digagas sejak 2001.
Kedua pasal itu pada intinya mengatur pembentukan provinsi hanya dapat dilakukan di wilayah yang mencakup sedikitnya lima kabupaten atau kota. Sedangkan Pulau Madura hingga kini hanya meliputi empat kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Baca: Bupati Se-Madura Ingin Bentuk Provinsi Baru
Dalam gugatannya, para pemohon menyatakan Madura sebagai kesatuan wilayah yang terpisah dari Jawa Timur, baik dari sisi sejarah maupun kebudayaan. Mereka juga berdalih memiliki potensi dan kapasitas daerah yang cukup untuk menjadi sebuah provinsi.
Namun Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan tak menyidangkan perkara ini sebagai bagian dari isu pembentukan Provinsi Madura. Majelis pun tak menjadikan potensi Madura yang diajukan para pemohon untuk menguji sesuai atau tidaknya kedua pasal yang digugat terhadap konstitusi.
Menurut majelis, adanya syarat lima kabupaten atau kota dalam pembentukan provinsi adalah aturan yang berlaku umum. Walaupun syarat tersebut terpenuhi, tidak berarti suatu daerah harus dimekarkan menjadi provinsi. "Berapa pun jumlahnya, syarat kapasitas dalam pasal tersebut tak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945," kata Suhartoyo.
Kuasa hukum pemohon, Deni Setya Bagus Yuherawan, mengatakan kliennya menerima putusan MK. Pengajuan uji materi ini merupakan langkah untuk memperjuangkan pembentukan Provinsi Madura. "Setidaknya kini keinginan menjadi Provinsi Madura sudah menjadi persoalan nasional. Pemekaran ini dalam rangka memperkuat negara," ucapnya.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan pemerintah masih menerapkan moratorium pembentukan daerah otonomi baru karena terbatasnya kekuatan ekonomi negara. Seluruh pengajuan usul daerah otonom baru, termasuk Provinsi Madura, menurut dia, tetap ditampung tapi belum akan dibahas.
Menurut Sumarsono, ada sejumlah kekurangan dalam permohonan pembentukan Provinsi Madura. Salah satunya pemenuhan terhadap syarat memiliki kekuatan dan kemandirian ekonomi yang cukup. "Madura itu hanya bergantung pada garam masyarakat, yang jumlahnya juga tak seberapa," ujarnya. Adapun syarat cakupan wilayah pemerintahan kelak bisa saja terpenuhi jika terbentuk kabupaten atau kota baru di Pulau Garam tersebut.