TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa kelam 1965 kembali mengemuka setelah lembaga nirlaba National Security Archive di The George Washington University, Amerika Serikat, meminta pemerintah setempat membuka dokumen rahasia dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia periode 1964-1968. Dokumen tersebut mengungkap sejumlah fakta dalam peristiwa 1965, termasuk keterlibatan Muhammadiyah dalam pembunuhan para anggota serta simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Misalnya, dalam surat kawat atau telegram bertanggal 6 Desember 1965 dari Konsulat Jenderal Amerika di Medan kepada Kedutaan Besar Amerika di Jakarta, terungkap ada hasutan-hasutan yang dilakukan para ustad Muhammadiyah. Dalam surat kawat itu, para ustad mengatakan kepada jemaah mereka supaya membunuh orang-orang yang secara sadar terlibat PKI. “Membunuh mereka sebanding dengan membunuh seekor ayam,” demikian sebagian isi telegram tersebut.
Baca: Di Dokumen Rahasia AS, Bagaimana Peran Ansor Saat 1965?
Pernyataan-pernyataan itu disebut sebagai bentuk restu (lisensi) bagi para jemaah Muhammadiyah membunuh anggota dan para simpatisan PKI. Pernyataan dari para ustad itu juga disebut-sebut punya kemiripan dengan kebijakan Nahdlatul Ulama dari kalangan konservatif.
Menanggapi hal ini, Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan ia tidak kaget dengan hadirnya fakta dari beberapa surat kawat tersebut. Menurut dia, fakta bahwa ada konflik keras yang terjadi antara kelompok Islam dan PKI pada saat itu tidak bisa dinafikan, apalagi sejak peristiwa Madiun 1948 dan peristiwa 1965.
Baca: TNI Masih Pelajari Dokumen Rahasia AS Soal Sejarah 1965
“Saya kira surat kawat itu tidak mengagetkan. Banyak ustad Muhammadiyah dan NU yang keras melawan PKI dan pengikutnya pada saat itu. Dan itu terjadi di banyak daerah di Indonesia,” kata Dahnil kepada Tempo, Jumat, 20 Oktober 2017.
Menurut Dahnil, bila surat kawat tersebut bisa dipertanggungjawabkan, ia mengatakan hal itu diharapkan bisa menjadi pembelajaran bagi anak-anak bangsa saat ini. Hal ini, kata dia, supaya peristiwa 1965, pembantaian dan pembunuhan terhadap para jenderal, serta pemberontakan di Madiun pada 1948 tidak lagi terulang kembali.
Simak: Dokumen 1965 Diungkap, Amerika Terlibat dalam Pembantaian PKI
“Bagi kami jangan kemudian peristiwa itu membawa pada dendam sejarah yang tidak produktif. Kita harus move on,” kata Dahnil.
Ia juga mengingatkan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan Islam yang disebut namanya tidak perlu takut terhadap fakta sejarah, termasuk sejarah 1965. Apalagi jika nantinya surat kawat dan dokumen tersebut bisa dipertanggungjawabkan, Dahnil justru mempersilakan supaya bisa diungkap.