TEMPO.CO, Melbourne - Pidato kontroversi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak hanya dibahas di Indonesia. Pidato yang ramai dibicarakan karena menggunakan kata "pribumi" itu menjadi salah satu bahasan dalam kuliah Herb Feith di Monash University, Rabu, 18 Oktober 2017.
Charles Coppel, Associate Professor dari Melbourne University, yang menyinggung soal itu. "Menurut saya kata pribumi yang digunakan Anies Baswedan aneh dalam tiga hal," kata Coppel, yang dalam kuliah ini diperkenalkan sebagai Bapak Jurusan Indonesia di Australia. Ia menyampaikan kuliah yang diberi judul Normalising Chinese Indonesians atau Menormalkan Tionghoa Indonesia.
Baca: Pidato Anies Soal Pribumi Tak Hanya Disimak Warga Jakarta
Hal aneh pertama menurut Coppel adalah Anies menyinggung soal penjajahan kolonial. "Dalam soal penjajahan, kolonial. Jadi sekarang ini Indonesia dijajah oleh siapa?" kata dia.
"Kedua, adalah kata pribumi. Sementara Anies sendiri bukanlah pribumi, karena dia peranakan Arab," kata Coppel melanjutkan. Hal ketiga, menurut dia, pernyataan itu tidak memperhatikan jasa kelompok seperti Tionghoa Muslim di Indonesia.
Baca: Pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Tekankan Nasib Pribumi
Dalam pemaparannya, Coppel sebelumnya memaparkan soal Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sebagai bagian dari penjelasannya mengenai kehidupan warga Tionghoa Indonesia. Ia mencoba menjawab pertanyaan apakah Tionghoa Indonesia sudah merupakan bagian normal dari Indonesia sekarang ini.
Coppel mengaitkan dengan keadaan Indonesia setelah peristiwa kerusuhan tahun 1998 yang malah memberikan banyak kebebasan bagi kehidupan etnis Tionghoa di Indonesia, antara lain pengakuan Kong Hucu sebagai agama. Di bidang politik, munculnya Ahok sebagai Wakil Gubernur Jakarta, kemudian menjadi Gubernur menggantikan Joko Widodo, pada awalnya dilihat sebagai perkembangan yang luar biasa.
Simak: Video Pidato Anies Baswedan yang Sebut Istilah Pribumi
Namun pandangan itu berubah dalam kaitan dengan pilkada DKI Jakarta. Anies Baswedan terpilih sebagai gubernur dan Ahok harus menjalani hukuman penjara karena kasus penistaan agama. Hal ini menurutnya menjungkirbalikkan perkiraan sebelumnya.
"Apakah kekalahan Ahok disebabkan karena faktor etnis sebagai warga Tionghoa Indonesia?" kata Coppel. "Ahok kalah bukan karena etnisnya, namun ada hubungannya dengan masalah agama."
Coppel pun menjelaskan, dari beberapa survei yang dilakukan sebelum pilkada, walau warga puas dengan kepemimpinan Ahok, namun mereka tidak akan memilihnya lagi sebagai gubernur. "Karena agama yang tidak sama," ujarnya. Di akhir kuliahnya, Coppel memberikan jawaban dari pertanyaan di awal tentang apakah Tionghoa Indonesia sudah merupakan bagian normal dari Indonesia sekarang ini. "Jawabannya belum."
AUSTRALIA PLUS
Baca juga: Inilah Penyebab Pidato Gubernur Anies Soal Pribumi Bikin Geger