Jakarta- Direktur Wahid Foundation, Zanuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid menyebut penggunaan kata pribumi oleh Anies Baswedan pada pidato perdananya sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak tepat.
Pribumi multitafsir dan sangat sensitif dan bisa menimbulkan trauma dengan kondisi sosio-psikologis masyarakat saar ini. “ Saya berharap Pak Anies ke depan memilih tidak menggunakan kata-kata yang multitafsir yang berujung pada multitafsir dan konflik,” kata Yenny di sela Konferensi Internasional bertajuk Reporting Religion in Asia yang digelar di Universitas Multimedia Nusantara Tangerang, 19 Oktober 2017.
Simak: Video Pidato Anies Baswedan yang Sebut Istilah Pribui
Anak Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu diundang The International Association of Religion Journalist (IARJ) dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman untuk bicara tentang Islam & Democracy In Indonesia bersama Sekretaris Jenderal Muhammadiyah Abdul Mu’ti dan anggota Majelis Ulama Indonesia Syafiq Hasyim.
Pemakaian kata pribumi, kata Yenny bisa membuat sebagian orang tersekat-sekat. Itu bisa membuat sebagian orang mendukung pengkotak-kotakan. Ia berharap setiap pemimpin menggunakan kata-kata yang menyejukkan sehingga merangkul dan menyatukan masyarakat.
Selain mengkotak-kotakkan masyarakat, kata pribumi yang multi tafsir, kata Yenny juga merugikan Anies. Sejumlah orang kini mem-bully Anies. “Beliau yang golkar (golongan keturunan Arab) menjadi korban. Kata-kata yang multitafsir semacam itu berpotensi menghantam diri sendiri,” kata Yenny.
Ia menyarankan agar Anies dan para pemimpin tidak menggunakan retorika atau kata-kata yang membangkitkan sentimen terlalu ekstrem. Ukuran kenegarawanan seseorang menurut dia dilihat dari bagaimana dia mengatakasi desakan kelompok pendukungnya atau bekerja untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Dia juga menyentil para politisi yang menggunakan isu-isu populis dan sentimen etnis yang tidak bertanggung jawab karena menyebabkan persatuan terkoyak. Membawa sentimen etnis dengan mengkotak-kotakkan pribumi dan non-pribumu tidak menyelesaikan masalah. “Seharusnya politisi bersaing berdasarkan program kerja, bukan menggunakan isu populis hanya untuk mengeksploitasi perasaan masyarakat,” kata dia.