INFO NASIONAL - Program Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) merupakan langkah nyata Bea Cukai dalam menjawab tantangan masyarakat yang menginginkan perdagangan ilegal diberantas. Setelah berjalan selama tiga bulan sejak deklarasi bersama dicanangkan Bea Cukai, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kantor Staf Presiden (KSP), pada 12 Juli 2017, program ini telah menunjukkan beberapa dampak positif, antara lain berupa peningkatan kepatuhan importir berisiko tinggi yang tercermin dari kenaikan nilai deklarasi serta pembayaran per pemberitahuan impor barang (PIB).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan di awal tahun Bea Cukai bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah berkolaborasi meningkatkan pengawasan fiskal terhadap importir. Menurut dia, hasilnya dapat dilihat antara lain dari jumlah pemblokiran yang dilakukan. “Pemblokiran dilakukan terhadap 674 importir berisiko tinggi di triwulan pertama tahun 2017 dan 65 importir berisiko tinggi di triwulan kedua tahun 2017, berdasarkan hasil kerja sama dengan (Direktorat Jenderal) Pajak,” tuturnya.
Heru menjelaskan perubahan ke arah yang positif sudah terlihat. Sebanyak 348 importir di antaranya saat ini telah dapat melakukan kegiatan kembali setelah memenuhi kewajiban perpajakannya. Hingga Oktober 2017, terdapat peningkatan rata-rata devisa (taxbase) sebesar 39,4 persen per dokumen impor dan peningkatan pembayaran pajak impor (bea masuk dan pajak dalam rangka impor) sebesar 49,8 persen per dokumen impor. “Kami berharap sinergi dan dukungan dari berbagai pihak tetap dapat terjaga agar program PIBT yang telah berjalan dapat semakin mendorong praktik perdagangan sehat dan fair,” katanya. (*)