TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri, didakwa telah meminta satu unit mobil merek Honda Odyssey kepada Kepala Sub-auditorat III BPK Ali Sadli. Mobil tersebut diduga dibeli dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan Ali.
"Harga mobilnya mencapai Rp 700 juta," kata jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Moch. Takdir Suhan, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Oktober 2017.
Baca: Eks Auditor BPK Rochmadi juga Didakwa Pasal Pencucian Uang
Rochmadi menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, hari ini. Agenda persidangan adalah pembacaan dakwaan oleh JPU KPK.
JPU KPK telah mendakwa Rochmadi menerima gratifikasi sebesar Rp 3,5 miliar dari dua mantan pejabat Inspektorat Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Sugito dan Jarot Budi Prabowo. Uang diberikan kepada Rochmadi melalui Ali agar laporan keuangan Kementerian Desa tahun 2016 mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK. "Diterima secara bertahap dari tahun 2014 sampai Januari 2015," kata Takdir.
KPK menetapkan Rochmadi dan Ali sebagai tersangka penerima uang gratifikasi pada 27 Mei 2017. Di tengah proses penyelidikan, KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang pada Rabu, 6 September 2017.
Baca juga: Auditor BPK Rochmadi S Didakwa Terima Gratifikasi Rp 3,5 Miliar
Takdir menjelaskan kronologi pembelian mobil tersebut. Sekitar April 2017, terdakwa Rochmadi meminta mobil tersebut kepada Ali Sadli. Ali kemudian membeli mobil tersebut dari rekannya, Andrijanto, di dealer mobil PT Handijaya Sukatama. Mobil dibeli atas nama Andhika Aryanto atas permintaan terdakwa.
Pada 20 Mei 2017, Ali menyuruh rekannya, Yatino, mengantar mobil tersebut ke rumah Rochmadi. "Diterima langsung oleh terdakwa," ucap Takdir. Enam hari berselang, Rochmadi ditangkap KPK dan mobil tersebut untuk sementara disimpan di PT Handijaya Sukatama.
Rochmadi dijerat dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Selain itu, ia didakwa dengan pasal yang sama karena menggunakan uang gratifikasi untuk membeli sebidang tanah dan membangun rumah di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.