TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menyebutkan kinerja kejaksaan dan kepolisian dalam penanganan korupsi terus menurun. Kejaksaan memiliki tunggakan penanganan perkara korupsi paling banyak di antara dua aparat penegak hukum lain, yakni kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kami pantau sampai semester I 2016, ternyata masih ada sebagian kasus yang tidak jelas perkembangan penanganannya. Kalau dilihat memang kejaksaan yang paling banyak," kata Koordinator Divisi Investigas ICW Febri Hendri ketika dihubungi pada Selasa, 17 Oktober 2017.
Baca Juga:
Baca juga: Jusuf Kalla: Pembentukan Densus Antikorupsi Belum Perlu
Tunggakan perkara menurut ICW, kata Febri, adalah kasus yang sudah berada di tahap penyidikan tetapi belum naik ke tahap penuntutan. Menurut temuan itu, kejaksaan menunggak 527 dari total 639 kasus (82,5 persen) yang ditangani. Kepolisian dan KPK juga memiliki tunggakan kasus masing-masing 211 dari 246 kasus (85,8 persen) dan 17 dari 26 kasus yang ditangani (65,3 persen).
Ihwal total kasus yang ditangani, Febri mengatakan kejaksaan memang menampung paling banyak lantaran Korps Adhyaksa ini memiliki jumlah personel paling banyak dibandingkan dua aparat penegak hukum lain. Kejaksaan juga memiliki kewenangan lengkap mulai penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Baca Juga:
"Personel paling banyak di kejaksaan. Juga secara kompetensi mereka kan belajar hukum," kata Febri.
Baca juga: Pembentukan Densus Antikorupsi, Istana dan DPR Beda Pendapat
Tak hanya menunggak kasus, tren penyidikan oleh kejaksaan pun cenderung mengalami penurunan. Misalnya, pada semester I 2015 ada 207 perkara yang masuk di tahap penyidikan oleh kejaksaan. Pada periode yang sama tahun 2016, angka itu turun menjadi 133 perkara.
Tren penurunan penanganan perkara korupsi yang masuk di tahap penyidikan juga terjadi di kepolisian. Pada semester I 2015, kepolisian menyidik 84 perkara. Tahun berikutnya, hanya ada 59 perkara yang masuk tahap penyidikan oleh lembaga ini. Sementara tren penyidikan yang dilakukan oleh KPK cenderung fluktuatif.
Baca juga: Banyak Kepala Daerah Terjebak Korupsi, Begini Kata KPK
ICW menyatakan ada beberapa penyebab penurunan itu. Untuk kejaksaan dan kepolisian, ICW menduga tren penurunan diakibatkan pemotongan anggaran oleh pemerintah. Sebagai contoh, anggaran yang dimiliki kejaksaan untuk penanganan perkara korupsi sebesar Rp 317 miliar pada 2015. Angka itu terus menurun menjadi Rp 154 miliar dan Rp 140 miliar untuk dua tahun berikutnya. Khusus KPK, ICW menilai penurunan kinerja lebih banyak dipengaruhi oleh serangan kepada lembaga antirasuah ini.
"Kami kritik Presiden Jokowi yang memotong anggaran terhadap kejaksaan dan kepolisian. Jangan sampai itu menurunkan kinerja kawan-kawan," ujar Febri.