TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi S. menerima gratifikasi dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
"Terdakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 3,5 miliar secara bertahap. Hal itu bertentangan dengan undang-undang tentang penyelenggaraan negara yang bersih serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata jaksa penuntut umum KPK, Ali Fikri, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 16 Agustus 2017.
Rochmadi S. menjalani sidang perdana sebagai terdakwa penerima gratifikasi terkait dengan pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tahun 2016 pada hari ini, 18 Oktober 2017.
Baca juga: Tersangka Suap WTP, Auditor BPK Rochmadi Laporkan Hartanya 2,5 M
Rochmadi ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Mei 2017. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyebut Rochmadi telah menerima uang gratifikasi dari dua pejabat Inspektorat Jenderal Kementerian Desa, Sugito dan Jarot Budi Prabowo. Uang tersebut diberikan agar laporan keuangan Kementerian Desa tahun 2016 mendapat opini WTP dari BPK.
Di tengah proses penyelidikan, KPK kembali menetapkan Rochmadi sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang. “Indikasi pencucian uang ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya,” kata juru bicara KPK, Febri Diasnyah, di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 6 September 2017.
Jaksa Ali Fikri mendakwa Rochmadi bersalah karena tidak melaporkan pemberian gratifikasi ini ke KPK terhitung 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima. "Tidak ada alasan yang sah menerima uang tersebut," ujarnya.
Tak hanya itu, Rochmadi juga didakwa telah membelanjakan uang tersebut untuk membeli tanah seluas 328 meter persegi di daerah Bintaro, Tangerang Selatan, dari PT Jaya Real Properti. Kemudian, pada 2015, sebuah rumah senilai Rp 1,1 miliar dibangun di atas tanah tersebut. Tahun 2017, Rochmadi kembali meminta bantuan auditor BPK lainnya, Ali Sadli, untuk membeli satu unit mobil merek Honda Odyssey.
Baca juga: Suap WTP, Sekjen Kemendes Akui Ada Permintaan Atensi untuk BPK
"Patut diduga barang dibeli dari hasil tindak pidana dan terdakwa (Rochmadi) mengetahui hal tersebut," kata Ali Fikri. Melalui sejumlah pembelian aset tersebut, Rochmadi didakwa telah melakukan upaya penyamaran asal-usul uang gratifikasi yang termasuk ke tindak pidana pencucian uang.
Dalam tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi, Rochmadi didakwa melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 ayat 1-b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Adapun untuk kasus pencucian uang, Rochmadi dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Merespons dakwaan ini, Rochmadi S. akan mengajukan eksepsi dalam persidangan selanjutnya pada Rabu, 25 Oktober 2017. "Yang mulia, saya cukup mengerti isi dakwaannya. Saya sepakat mengajukan eksepsi," katanya.