TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka dugaan korupsi penerbitan izin pertambangan nikel di Kabupaten Konawe Utara, yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pemeriksaan terhadap Aswad dilakukan penyidik untuk mengetahui kewenangan dia saat masih menjabat bupati, khususnya dalam mengeluarkan izin tambang kepada sejumlah perusahaan.
"Kewenangan yang ada apa saja, yang menjadi kewenangan bupati dalam penerbitan izin atau hal relevan yang terkait (dengan) perkara ini," katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Oktober 2017.
Baca: Lebih Besar dari E-KTP, Korupsi Konawe Utara Rugikan Negara 2,7 T
Aswad diperiksa selama lebih-kurang enam jam. Namun, saat ditemui wartawan, Aswad enggan menanggapi pertanyaan. Ia mengatakan hanya ditanyai soal penerbitan izin tambang nikel yang dilakukannya saat menjabat bupati dulu. "Iya (ditanya soal penerbitan izin)," ujarnya.
Febri melanjutkan, Aswad tidak langsung ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka lantaran pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK masih berada pada tahapan awal. Menurutnya, penyidik KPK masih melakukan pemetaan awal atas kasus yang menjerat Aswad itu. "Proses pemeriksaan yang dilakukan baru pemeriksaan awal, melakukan pemetaan terhadap kewenangan yang bersangkutan," ucapnya.
KPK menetapkan Aswad sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebutkan Aswad melakukan dua tindak pidana korupsi sekaligus.
Baca: Suap Rp 13 Miliar, Eks Bupati Konawe Utara Jadi Tersangka
Aswad merupakan Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan periode 2011-2016. Menurut Saut, Aswad diduga telah menyalahgunakan wewenang terkait dengan penerbitan izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan nikel dan izin usaha pertambangan operasi produksi dari 2007 sampai 2014. "Indikasi kerugian negara Rp 2,7 triliun, yang berasal dari penjualan hasil tambang akibat proses perizinan yang menyalahi aturan," tuturnya.
Menurut Wakil Ketua KPK ini, Aswad mencabut kuasa pertambangan yang masih dalam pengelolaan PT Antam Tbk secara sepihak. Di saat bersamaan, Aswad menerima pengajuan permohonan kuasa pertambangan eksplorasi dari delapan perusahaan dan menerbitkan 30 surat keputusan kuasa pertambangan eksplorasi.
Atas penerbitan izin tambang yang melanggar aturan itu, Aswad disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.