TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung M. Prasetyo mengatakan perlu ada kesetaraan antara Detasemen Khusus atau Densus Antikorupsi yang akan dibentuk Kepolisian Republik Indonesia dengan Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) yang dimiliki kejaksaan.
"Yang penting asal ada kesetaraan dalam fasilitas, juga tentunya dalam hubungan operasional yang lain," kata Prasetyo usai rapat kerja gabungan dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Polri di kompleks parlemen, Jakarta pada Senin, 16 Oktober 2017.
Baca juga: RAPBN 2017, Kejaksaan Minta Anggaran Rp 4,6 Triliun
Polri meminta anggaran sebesar Rp 2,6 triliun untuk Densus Antikorupsi yang akan mereka bentuk itu. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan anggaran itu akan dialokasikan untuk belanja pegawai sebesar Rp 786 miliar, belanja barang untuk operasional sebesar Rp 359 miliar, dan belanja modal termasuk pembentukan sistem dan kantor, pengadaan alat penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan sebesar Rp 1,55 triliun.
Prasetyo mengatakan, selama ini kejaksaan mengalami keterbatasan anggaran. Pimpinan Korps Adhyaksa ini mengatakan anggaran kejaksaan untuk penanganan korupsi terus menurun setiap tahun. Prasetyo memaparkan, lembaganya memperoleh Rp 5,4 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP). Dari pagu itu, 51 persen digunakan untuk gaji pegawai, mencakup sekitar 10.000 jaksa dan 13.000 tenaga staf administrasi.
Baca juga: Target Perkara Bertambah, Anggaran Kejaksaan Malah Menciut
"Pada tahun 2015-2017, anggaran untuk penanganan perkara korupsi untuk seluruh jajaran kejaksaan sebesar Rp 612 miliar, yang setiap tahun cenderung menurun," kata Prasetyo.
Pada 2015, anggaran penanganan perkara korupsi sebesar Rp 317 miliar. Pagu itu menurun menjadi Rp 154 miliar dan Rp 140 miliar untuk dua tahun berikutnya. "Betapa kecilnya anggaran yang disiapkan untuk kejaksaan," ujarnya.