TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto membenarkan terbunuhnya tokoh ISIS di Marawi, Filipina, Isnilon Hapilon dan Omar Maute. Menurut Wiranto terbunuhnya dua pentolan ISIS itu telah resmi diberitahukan oleh pemerintah Australia.
"Memang betul-betul mereka sudah terbunuh, karena gambarnya sudah ada," ujar Wiranto di Kementerian Polhukam usai rapat koordinasi tingkat menteri, Jakarta, Senin, 16 Oktober 2017.
Pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon, dan pemimpin milisi Maute, Omar Maute, tewas dalam operasi pengepungan oleh militer Filipina di Marawi, Senin pagi, 16 Oktober. Hapilon dan Omar Maute tewas saat berlangsung tembakan intensif pasukan militer Filipina yang bertujuan memaksa mereka keluar dari Marawi.
Baca: Pemimpin Abu Sayyaf, Hapilon dan Milisi Maute Tewas di Marawi
Hapilon merupakan pemimpin ultra nasionalis ISIS dan menjadi pemimpin tertinggi ISIS wilayah Asia Tenggara saat ini. Adapun Omar dan saudaranya yang bernama Abdullah membentuk milisi Maute yang mengerahkan miilisinya untuk menyerang kota Marawi pada 23 Mei 2017.
Wiranto menuturkan terbunuhnya Isnilon dan Omar merupakan hasil pertemuan Indonesia dan Australia dalam mengumpulkan teman-teman dari negara di Asean. Wiranto menilai kerja sama itu memang bertujuan untuk untuk meredam ISIS yang ingin menjadikan Asia Tenggara menjadi basis mereka yang baru.
"Kita sangat bersyukur, berarti pertemuan kita di Manado dulu, pertemuan yang digagas Indonesia dan Australia, membuahkan kerja sama yang cukup baik," katanya.
Simak: Terungkap, Inilah Aktor dan Calon Pemimpin ISIS di Marawi
Menurut Wiranto kerja sama antarnegara itu untuk meredam pergerakan ISIS yang divergen. Konsep divergen ISIS, kata dia, merupakan gerak menyebarkan basis kekuatan mereka di beberapa wilayah. Konsep itu berhasil dipatahkan. "Juga di Marawi, Presiden Duterte telah mengatakan mereka akan selesaikan masalah Marawi," katanya.
Wiranto berujar pemerintah Indonesia akan menanyakan ke Filipina kapan kira-kira masalah ISIS di Marawi tuntas. Karena, kata dia, Filipina juga mendapatkan bantuan dari intelijen Australia berupa penginderaan panas manusia dalam memantau pergerakan gerakan para militan itu. "Seperti yang kita pakai di Poso dulu. Jadi kelihatan pergerakan gerombolan itu," ucap Wiranto.