TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menjerat lagi Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Dalam waktu dekat, pimpinan dan tim satuan tugas penyidikan KPK untuk perkara dengan kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun ini akan melaksanakan beberapa kali gelar perkara sebelum menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru.
“Kami akan menerbitkan sprindik baru. Namun jangan sampai langkah ini membuat gaduh. KPK sedang berpacu dengan waktu,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat ditemui, akhir pekan lalu.
Baca juga: Setya Novanto Menang Praperadilan, JK: Citra Golkar Tetap Jelek
KPK sejak awal menyatakan tak akan menyerah meski hakim tunggal Cepi Iskandar membatalkan status tersangka Setya dalam putusan praperadilan pada 29 September lalu. Komisi antikorupsi berkeyakinan memiliki sejumlah bukti yang sangat kuat tentang dugaan keterlibatan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu dalam korupsi proyek senilai Rp 5,84 triliun tersebut.
Agus juga merujuk beberapa informasi baru tentang Setya yang terungkap dalam laporan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI). Dalam laporan itu disebutkan hubungan Setya dengan Johannes Marliem, bos Biomorf—penyedia alat perekaman biometrik merek L-1 untuk proyek e-KTP--yang tewas pada Agustus lalu di Los Angeles, AS.
Menurut Agus, KPK telah mengantongi informasi ihwal asal aset Marliem dan sejumlah transaksi dana kepada pejabat-pejabat di Indonesia pada periode pelaksanaan proyek e-KTP, 2011-2014. “KPK jadi mengetahui duit proyek KTP elektronik ditransfer ke mana saja,” ujarnya.
Dia mengatakan, salah satu informasi yang signifikan adalah munculnya nama baru dalam pertemuan pembahasan proyek e-KTP. Dalam dokumen FBI yang ditulis agen khusus Jonathan Holden, Marliem disebutkan telah mengakui dan menyimpan rekaman pembicaraan di rumah Setya pada 2011.
Setya tak merespons permohonan wawancara yang dikirim Tempo ke kantor Ketua DPR, Senayan; kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Slipi; dan kediamannya di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru. Setya juga tak berkomentar ketika ditemui di sela rapat pleno DPP Golkar, pekan lalu. Dia hanya memastikan telah pulih dari sakit yang dideritanya bersamaan dengan rencana pemeriksaan KPK bulan lalu. “Saya sehat. Habis istirahat, alhamdulillah,” ujar dia.
Kuasa hukum Setya, Freidrich Yunadi, ragu KPK memiliki barang bukti yang cukup untuk kembali menjerat kliennya sebagai tersangka korupsi e-KTP. Dia menilai, dokumen dan hasil penelusuran FBI tak bisa membuktikan peran Setya dalam perkara ini. “Buktikan saja. KPK jangan hanya ngomong,” kata dia.
Sebelumnya, Setya Novanto dan Andi Narogong kompak membantah kenal dekat—meski sejumlah saksi lainnya menyatakan sebaliknya. Menurut Andi, pertemuannya dengan Setya hanya untuk menawarkan jasa penyediaan konfeksi yang berkaitan dengan kegiatan Partai Golkar. “Tidak pernah. Saya kenal Setya untuk Pemilu 2009 (urusan kampanye partai),” kata dia di Pengadilan Tipikor. Dalam kasus e-KTP, Andi juga mengklaim hanya memberikan uang kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri.
RAYMUNDUS RIKANG | WAYAN AGUS